Denpasar (ANTARA News) - Sejumlah ahli mancanegara tercatat pernah melakukan penelitian terhadap kearifan lokal yang terkandung dalam subak, organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian di Bali. Peneliti asing antara lain Grader, Geertz dan Lansing, disamping peneliti nasional dan lokal Bali, kata Prof. Dr Ir I Wayan Windia, Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana di Denpasar Jumat. Ia mengatakan, Grader melakukan penelitian tentang subak dengan wilayah kajian di Kabupaten Jembrana, Bali barat tahun 1984. Sementara Geertz mengambil lokasi kajian di daerah gudang beras Kabupaten Tabanan serta Kabupaten Badung dan Klungkung, tahun 1959 serta Lansing melakukan penelitian di Kabupaten Bangli tahun 1991. Ketiga peneliti mancanegara itu telah mengungkap dan melaporkan tentang perkembangan subak dengan aneka kearifan lokal. Windia mengatakan, selain peneliti asing yang memuji tentang kecerdasan lokal yang dimiliki subak yang kini diwarisi secara turun temurun juga tercatat sejumlah peneliti nasional maupun lokal Bali. Mereka itu antara lain Prof Dr I Gusti Ngurah Bagus (1971), Prof Dr I Nyoman Sutawan (1989 dan 1991), Sushila (1987), Geriya (1985), Prof Dr I Gde Pitana (1993), Windia (2006) dan Norken (2007). Hasil penelitian itu hampir semuanya memperkaya dan menguatkan tentang holistiksitas kearifan yang tercakup dalam organisasi subak. Windia menjelaskan, kearifan tersebut merentang dari tatanan religius yang bersifat ekspresif hingga tatanan teknologi yang berkarakter budaya. Kearifan lokal dalam subak tersebut merupakan bagian dari kebudayaan yang memiliki bentuk, fungsi, makna, dan etos yang dalam. Seluruh kearifan lokal yang tercakup dalam organisasi subak terdiri atas kearifan religius, kultural, ekologis, institusional, ekonomi, hukum, tehnologis, dan keamanan. Kearifan lokal tersebut berbasis konsepsi Tri Hita Karana dan mendapat apresiasi universal terkait dengan kandungan filosofi kosmos, theos, antropos, dan logos, yakni hubungan yang serasi dan harmonis sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan yang Maha Esa. "Esensi kearifan lokal adalah komitmen yang tinggi terhadap kelestarian alam, rasa relegiusitas, subyektivikasi manusia dan konstruksi penalaran yang berempati pada persembahan, harmoni, kebersamaan, dan keseimbangan alam berkelanjutan," kata Wayan Windia. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008