Parigi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, mengatakan penanganan kekerdilan (stunting) atau kekurangan gizi kronis yang menyebabkan tubuh pendek (kerdil) pada anak perlu keterlibatan lintas sektoral.

Kepala Dinas Kesehatan Parigi Moutong Revy Tilaar, di Parigi, Selasa, mengatakan menurunkan angka kekerdilan di kabupaten itu harus berkolaborasi dengan pemerintah pusat, daerah, pemangku kepentingan hingga masyarakat secara masif.

"Jika tugas ini hanya menjadi tanggung jawab dinas kesehatan semata, saya kira target menurunkan angka kekerdilan akan lama terwujud," ujar Revy.

Kekurangan gizi kronis pada anak masih menjadi permasalahan nasional. Berdasarkan riset kesehatan daerah kekerdilan tahun 2018, prevalensi kekurangan gizi kronis di Sulteng sebesar 32,3 persen, sedangkan Parigi Moutong sebesar 33,7 persen. "Angka kekerdilan di Parigi Moutong masih tinggi, sehingga penanganan dibutuhkan solusi konkret, " ucap Revy.

Kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (Balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Karena itu pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin untuk membebaskan anak dari risiko terhambatnya perkembangan otak yang menyebabkan tingkat kecerdasan anak tidak maksimal.

Bentuk pencegahannya, perlu intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. "Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi terpadu untuk menyasar kelompok prioritas yang merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak dan pencegahan," katanya.

Agar anak tidak mengalami kekerdilan sejak bayi, harus diberi makanan dan minuman bergizi terutama ibu menyusui selama dua tahun dan pada fase tiga hingga lima tahun, makanan bergizi harus dipertahankan.

Menurutnya, pencegahan kekerdilan perlu memperhatikan penanganan masalah gizi secara langsung yang mencakup pemenuhan asupan gizi serta infeksi berulang. Penanganan tidak langsung diantaranya akses ketahanan pangan bergizi, pemberian makanan tambahan kepada bayi dan anak serta kesehatan, akses pelayanan preventif, kuratif dan kebersihan lingkungan termasuk sanitasi.

Dikemukakannya, berdasarkan kajian Kementerian Kesehatan bahwa pendekatan gizi terpadu dan konvergensi mencakup semua layanan dasar sangat penting dilakukan untuk mencegah kekerdilan dan masalah gizi.

Dari kajian itu, hanya 28,7 persen anak di bawah usia dua tahun yang memiliki akses terhadap empat layanan dasar secara stimulan, umumnya mencakup akses terhadap akta kelahiran, air minum, sanitasi dan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. "Sebagian besar ibu hamil dan anak berusia di bawah dua tahun tidak memiliki akses memadai terhadap layanan dasar," tutur Revy.*

Baca juga: Sulawesi Barat berembuk tanggulangi anak kerdil

Baca juga: Peneliti Unbraw: Edukasi pintu masuk efektif cegah stunting

Pewarta: Muhammad Arshandi/Moh Ridwan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019