Bagaimana caranya jangan sampai ada lagi batubara yang jatuh ke laut
Balikpapan, (ANTARA) - Bongkahan berwarna hitam yang terdampar bersama sampah plastik dan lain-lain di sepanjang pantai di Kota Minyak dipastikan adalah batubara.
“Kemarin kami kumpulkan itu bongkahan-bongkahan, lalu kami minta Sucofindo teliti. Dan hasilnya memang benar batubara,” kata Kepala Dinas Lingkunan Hidup Balikpapan Suryanto, Selasa.
Sucofindo adalah pemberi layanan jasa laboratorium profesional untuk berbagai keperluan, di antaranya untuk mengukur atau memastikan keberadaan suatu zat dalam satu substansi, seperti zat apa saja yang terkandung dari sampel air yang diambil dari tempat tertentu, atau seperti yang diminta DLH, zat apa sebenarnya yang terdampar antara lain di pantai di belakang Asrama Polisi Segara di Pasar Baru, Klandasan Ilir, tersebut.
Banyak di antara bongkahan batubara itu yang sebesar batubata, atau bahkan lebih besar lagi. Dinas Lingkungan Hidup, pada Minggu (21/7) mengumpulkan bongkahan-bongkahan batubara itu dan terkumpul hingga enam ton. Batubaranya ada yang sudah lama terdampar, ada yang masih baru,” kata Suryanto.
Indikasi batubara lama diketahui karena ditemukan biota laut yang menempel. Kemudian pada batu bara yang masih, bentuknya masih tajam-tajam pada sisi-sisinya dan terlihat masih mulus.
Dengan ramainya perairan Selat Makassar di depan Balikpapan dilalui ponton-ponton pengangkut batubara maka diduga kuat dari ponton-ponton itulah batubara yang kini terdampar di pasir pantai itu berasal. Apalagi di Teluk Balikpapan ada sejumlah stockpile batubara dan fasilitas bongkar muat batubara.
“Dengan demikian kami akan segera melapor ke Wali Kota,” kata Suryanto. Berdasarkan laporan itu, menurut Suryanto, Wali Kota bisa segera bersurat kepada gubernur untuk melaporkan keadaan sekaligus meminta gubernur bertindak, sebab kewenangan mengatur perusahaan-perusahaan pertambangan batubara ada pada gubernur.
“Bagaimana caranya jangan sampai ada lagi batubara yang jatuh ke laut,” kata Suryanto.
Untuk sementara ini, batubara yang terdampar itu secara kasat mata masih dikategorikan aman karena tidak mengubah warna air laut. Juga meskipun jumlah yang ditemukan di pantai banyak, namun masih terpisah-pisah.
Di sisi lain, kejadian batubara yang jatuh ke laut sudah pernah dikeluhkan nelayan Balikpapan. Juni 2018 lampau, para nelayan bahkan berdemonstrasi ke laut. Tidak kurang dari 100 kapal nelayan berbondong-bondong hingga 7 mil dari pantai mendatangi dua ponton batubara yang akan memindahkan muatannya ke kapal kargo. Para nelayan naik ke ponton dan menempelkan spanduk-spanduk besar ke badan ponton. Spanduk itu antara lain bertuliskan “Usir Ponton Batubara dari Wilayah Tangkapan Nelayan”.
Para nelayan dari Manggar dan Lamaru sebelumnya mengeluhkan, bahwa kini yang masuk ke jala mereka bukan lagi ikan, tapi bongkahan batubara. Tangkapan ikan nelayan pun menurun drastis, dari bisa 40-50 kg lebih sekali melaut menjadi hanya separonya, bahkan kadang nihil.
“Perusahaan harus bertanggungjawab,” kata Sakirang, koordinator nelayan saat itu.
Perusahaan, yaitu PT GB pun akhirnya memindahkan bongkar muat ship to ship (STS) yang dilakukan 7 mil dari Pantai Manggar menjadi lebih jauh lagi ke tengah laut.*
Baca juga: Kapal pengangkut batubara terdampar di Pantai Pasirian Lumajang
Baca juga: Perusakan karang oleh kapal tongkang batubara di Karimunjawa terulang
Pewarta: Novi Abdi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019