Jakarta (ANTARA News) - Badan PBB yang mengurusi isu-isu anak, UNICEF, mendesak agar para donor yang menyalurkan bantuan ke wilayah bencana tidak mengirimkan susu formula sebagai pengganti air susu ibu (ASI), karena langkah itu dinilai tidak tepat bagi keselamatan bayi dan anak.
"Masalah gizi di wilayah darurat, khususnya bagi bayi dan anak-anak, merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan secara serius," kata Dr Gianfranco Rotigliano, Kepala Perwakilan UNICEF di Jakarta, Kamis.
Ia melanjutkan, "Kita tahu bahwa merosotnya pemberian ASI menunjukkan adanya peningkatan dalam penggunaan susu formula, yang jika digunakan secara tepat pun masih kalah manfaatnya jika dibandingkan dengan ASI."
Pernyataan Rotigliano senada dengan hasil pertemuan 102 wakil badan-badan PBB, LSM internasional, dan pemerintah dari 16 negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara, di Bali pada 10-13 Maret 2008.
Di akhir pertemuan itu dikeluarkan pernyataan bernada keras yang berisi himbauan agar para donatur tidak memberikan bantuan berupa susu formula di wilayah bencana, dan dukungan terhadap pemberian makanan pada bayi dan anak-anak di wilayah darurat harus ditingkatkan.
Menurut para pakar di forum itu, "Perlindungan dan dukungan yang diberikan dalam pemberian makanan bagi bayi serta anak-anak di wilayah terkena bencana sering kali tidak memadai. Penggunaan susu formula dan pengganti ASI lainnya yang sering disumbangkan oleh para donor justru membahayakan keselamatan bayi dan anak."
Dalam keadaan darurat yang sering diikuti dengan kelangkaan air bersih dan sedikitnya kesempatan serta fasilitas untuk membersihkan botol dan perlengkapan makan bayi dan anak tentu membawa resiko paparan penyakit yang cukup tinggi.
Namun seringnya justru anggapan bahwa keluarga-keluarga di wilayah bencana membutuhkan susu formula dan susu bubuk, sehingga sumbangan berupa dua komoditas ini sangat membanjiri wilayah terkena bencana.
Forum di Bali sepakat untuk menyebarkan informasi kepada lembaga donor bahwa bantuan berupa susu formula harus dihentikan, dan masyarakat luas juga harus diberitahu bahwa produk-produk susu formula dan susu bubuk tidak diperlukan di situasi pasca bencana.
Para pembicara di forum itu juga menekankan fakta bahwa peningkatan mutu pemberian makanan pada bayi dan anak-anak dalam kondisi bencana merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian dan mencegah kekurangan gizi.
Pada tahun 2006, tepatnya 21 hari setelah gempa melanda Yogyakarta, UNICEF bersama UNFPA, Dinas Kesehatan setempat, dan Universitas Gadjah Mada menggelar survei. Hasil survei itu menunjukkan bahwa sekitar 70 persen keluarga yang memiliki bayi dan anak kecil ternyata menerima sumbangan berupa susu formula atau susu bubuk.
Kajian ini juga mengungkap fakta bantuan berupa susu formula telah meningkatkan angka konsumsi susu formula di kalangan anak berusia di bawah dua tahun hingga 2 kali lipat, sementara angka diare yang menimpa anak-anak tersebut melonjak hingga 6 kali lipat.
Di negara-negara berkembang pada umumnya, diare adalah penyebab kematian anak-anak yang terbesar ke-2 setelah infeksi saluran pernapasan akut.
Hasil survei tahun 2006 ini merupakan salah satu yang pertama yang mendokumentasikan cakupan dan skala pemberian sumbangan berupa susu formula serta dampaknya terhadap korban bencana, yang penyakit yang menimpa anak-anak serta bayi.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008