Jakarta (ANTARA News) - Dari studi lingkungan, dampak emisi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara 10.000 MW masih di bawah baku mutu PP no 41 tahun 1999 tentang Kualitas Udara Ambien.
"Yang jadi masalah adalah kebutuhan listrik yang terus meningkat di Jawa sehingga pasti ada penambahan kapasitas lebih dari yang ditargetkan," kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Marzan Aziz Iskandar di Jakarta, Kamis.
Dari program percepatan 10 ribu MW pada sistem Jawa-Bali pada 2010 diperkirakan akan terpenuhi 5.007 MW, antara lain, PLTU Suralaya 625 MW, PLTU Labuan 2x316 MW, Teluk Naga 2x300 MW, Pelabuhan Ratu 3x300 MW,Indramayu 3x330, PLTU Paiton baru 660 MW, dan Pacitan 2x300 MW.
Sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa lebih dari 6.000 MW, lanjutnya, dibangun PLTU dekat mulut tambang batubara di Sumsel yakni empat unit PLTU berkapasitas 600 MW dan akan ditransmisikan melalui kabel laut ke Jawa.
Tercatat, PLTU batubara berkapasitas 1.000 MW saja menghasilkan CO2 6,5 juta ton, SO2 44 ribu ton, NOx 22 ribu ton dan abu 320 ribu ton.
Disebutkan pula, kondisi yang ideal beban PLTU di satu lokasi hanya 5 sampai 6 unit PLTU skala 600 MW, atau setidaknya 8 hingga 9 unit skala 600 MW, khususnya untuk menekan emisi SO2.
Sebelumnya, Direktur Perencanaan dan Teknologi PLN Bambang Hermawanto mengatakan program percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW sekarang sudah 20-30 persen.
Di Jawa, katanya, sudah dilaksanakan tahap konstruksi delapan proyek 6.072 MW, persiapan kontrak satu proyek 600 MW dan persiapan tender ulang satu proyek 600 MW.
Di luar Pulau Jawa dilaksanakan 30 proyek dari mulai persiapan tender, diskusi kontrak hingga penandatanganan kontrak sembilan proyek 918 MW.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008