Beberapa tekanan jual dari kekhawatiran permintaan tampaknya telah menguap minggu ini

New York (ANTARA) - Harga minyak naik lebih dari satu persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena investor khawatir tentang kemungkinan gangguan pasokan di Timur Tengah yang kaya energi setelah Iran merebut tanker Inggris minggu lalu.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik 0,79 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi menetap pada 63,26 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus naik 0,59 dolar AS atau 1,1 persen, menjadi ditutup pada 56,22 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Kenaikan harga minyak dibatasi oleh pencabutan force majeure pada pemuatan minyak mentah di ladang minyak Sharara, Libya, terbesar di negara itu, yang ditutup sejak Jumat (19/7) telah menyebabkan kerugian produksi sekitar 290.000 barel per hari (bph).

Pekan lalu, WTI turun lebih dari tujuh persen dan Brent kehilangan lebih dari enam persen, terbebani oleh kekhawatiran ekonomi dan kembalinya produksi AS di Teluk Meksiko setelah dilanda badai tropis.

"Beberapa tekanan jual dari kekhawatiran permintaan tampaknya telah menguap minggu ini," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut. "Ketakutan tentang geopolitik tampaknya telah menghentikan sebagian tekanan jual itu."

Pengawal Revolusi Iran mengatakan pada Jumat (19/7) bahwa mereka telah menangkap sebuah kapal tanker minyak berbendera Inggris di Teluk dalam menanggapi penyitaan Inggris atas sebuah kapal tanker Iran awal bulan ini.

Langkah ini memicu kekhawatiran potensi gangguan pasokan di Selat Hormuz di mulut Teluk, yang melaluinya mengalir sekitar seperlima dari pasokan minyak dunia, tetapi tidak ada eskalasi besar dengan Inggris atau Amerika Serikat yang tampaknya akan segera terjadi.

"Dalam permainan kucing-dan-tikus yang Iran mainkan dengan AS, negara itu mengambil risiko yang telah diperhitungkan," Harry Tchilinguirian, ahli strategi minyak global di BNP Paribas di London, mengatakan kepada Reuters Global Oil Forum. "Sejauh ini AS tidak mengambil umpan."

Pekan lalu, data menunjukkan pengiriman minyak mentah dari Arab Saudi, pengekspor minyak utama dunia, jatuh ke level terendah satu setengah tahun pada Mei.

Uang spekulatif mengalir kembali ke minyak sebagai tanggapan atas meningkatnya perselisihan antara Iran, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, bersama dengan tanda-tanda jatuhnya pasokan. Pada awal Mei, sanksi baru AS yang lebih ketat terhadap Iran mulai berlaku.

Hedge fund dan manajer uang lainnya menaikkan posisi gabungan berjangka dan opsi pada minyak mentah AS untuk minggu kedua dan meningkatkan posisi mereka dalam minyak mentah Brent juga, menurut data dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS dan Intercontinental Exchange.

Goldman Sachs pada Minggu (21/7) menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk 2019 menjadi 1,275 juta barel per hari, mengutip aktivitas ekonomi global yang mengecewakan. Demikian laporan yang dikutip dari Xinhua.

Baca juga: Harga emas terus naik, investor parkir modal di aset yang aman

Baca juga: Rupiah melemah dekati Rp14.000, pasar tunggu kebijakan bank sentral

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019