Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy mengatakan Indonesia bisa menjadi sumber bagi "hot money" atau dana-dana jangka pendek yang sewaktu-waktu dapat keluar, karena semakin melebarnya perbedaan suku bunga di AS dengan Indonesia akibat dipangkasnya suku bunga the Fed.
The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunganya 75 basis poin menjadi 2,25 persen. Sementara BI Rate selama beberapa bulan ini terus bertengger di level delapan persen. "Untuk itu perlu adanya sebuah kebijakan yang tepat mengatasi hal ini," katanya di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, saat ini BI Rate perlu dirangsang turun secara moderat, sehingga gejolak di pasar keuangan tetap terkendali. "BI Rate dirangsang turun dan harus pas terhadap pasar sehingga hot money yang ada tidak serta merta keluar dari Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan dampak yang buruk," katanya.
Namun demikian, di sisi lain penurunan tersebut juga harus sesuai dengan selisih antara inflasi dan BI Rate yang masih menguntungkan antara inflasi dengan BI Rate.
Stimulus terhadap penurunan BI Rate juga akan membantu keyakinan para bankir terhadap pertumbuhan kredit sebesar 25 persen, imbuhnya. "Dunia usaha akan melihatnya dan ini bisa digunakan untuk berekspansi," katanya.
Terkait dengan kekhawatiran inflasi, menurut dia, adanya stimulus penurunan BI Rate maka inflasi juga masih dapat dikendalikan dengan melakukan berbagai kebijakan moneter lainnya."Karena tidak serta merta uang yang beredar akan berlebih, menurut saya yang pasokan uang yang cukup," katanya.
Ia menambahkan rangsangan untuk menurunkan BI rate tidak serta merta akan menurunkan BI Rate. "Sebab ini sinyal bagi dunia usaha akan penurunan BI Rate jadi tidak serta merta," katanya.
Menurut dia, bila BI Rate kemudian diturunkan maka angak moderat adalah penurunan tidak lebih dari 25 basis poin. "Ini angka moderat agar uang yang ada tidak lari keluar karena suku bunganya masih menguntungkan," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008