Jakarta (ANTARA) - Mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, menegaskan, bahwa TNI bersama kaum nasionalis dan relijius, terus mengawal Indonesia dan menjadi faktor penentu dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Dalam hal pertahanan negara, TNI memiliki doktrin dalam menjaga keutuhan NKRI. Kaum nasionalis dan relijius, selama ini tetap menjadi faktor penentu yang membuat negara bertahan dengan ideologi dan kebinekaannya," kata Moeldoko pada diskusi "Dialog Peradaban Bangsa: Siapa melahirkan Republik Harus Berani Mengawalnya" di kantor PA GMNI, Cikini, Jakarta, Senin.
Menurut Moeldoko, kalau bicara Islam, tidak perlu diragukan lagi perjuangannya, sedangkan kaum nasionalis memiliki peran besar dalam perjuangan dan pengawalan mempertahankan NKRI. "Kalau tidak ada nasionalis, maka negara Indonesia ini sudah ambruk," katanya.
Baca juga: Basarah: Nasionalis, Islam, dan TNI, harus kompak kawal Indonesia
Baca juga: NU kawal keutuhan persatuan Indonesia
Baca juga: FKUB se-Indonesia deklarasikan komitmen kawal pemilu damai
Menurut Moeldoko, posisi nasionalis ini bisa bertahan karena mampu membangun relasi dengan baik, ke kanan dan kiri. "Kalau kolaborasi dengan TNI, siapa pun yang mengganggu NKRI, kami gulung saja," katanya.
Pada diskusi tersebut, Moeldoko juga menceritakan bagaimana Indonesia secara politik dan sosial bisa bertransformasi dari pemerintahan totaliter menuju demokrasi.
Menurut dia, banyak negara di dunia tidak mampu berubah dari negara otoriter menjadi negara demokrasi seperti Indonesia, sehingga ketika berubah negara tersebut menjadi ambruk, seperti Libya, Mesir, dan Suriah.
Moeldoko juga mencontohkan, ada negara yang dalam proses transpormasi ke negara demokrasi itu mengalami kegagalan, karena militernya sangat kuat, sehingga terjadi konflik sampai saat ini.
"Indonesia setelah berubah menjadi demokrasi pada saat perubahan ke era reformasi, berhasil menjaga kondisi demokrasi. Karena itu kalau ada yang tanya demokrasi kita gagal, di mananya gagal?" kata Moeldoko.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) ini mengatakan, dirinya juga kerap berdiskusi dengan Panglima TNI Myanmar soal bagaimana Indonesia bisa mengubah dari kekuatan dwifungsi TNI ke demokrasi secara baik. Moeldoko sendiri mengaku, tidak mudah untuk menjaga dua kutub antara nasionalis dan relijius dalam mempertahankan stabilitas negara.
"Antara demokrasi dan anarkis ini sebenarnya beda-beda tipis, tapi demokrasi tidak boleh terganggu, harus dikawal sebaik-baiknya," jelas Moeldoko.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019