Sekurangnya ada tiga agenda utama yang merupakan program korsupgah yang akan dievaluasi kali ini
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan terdapat tiga agenda utama terkait program koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) yang akan dievaluasi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Sekurangnya ada tiga agenda utama yang merupakan program korsupgah yang akan dievaluasi kali ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Baca juga: KPK deklarasi antikorupsi bersama warga Situbondo
Baca juga: KPK cegah ke luar negeri staf pribadi Rommy
Diketahui, KPK kembali melakukan kegiatan "monitoring" dan evaluasi (monev) berkala terkait perkembangan implementasi rencana aksi pencegahan korupsi terintegrasi di Papua dan Papua Barat.
Kegiatan itu berlangsung sejak Senin (22/7) hingga Jumat (2/8) di kedua provinsi tersebut termasuk beberapa kabupaten dan kota di bawahnya.
Tiga agenda utama tersebut, yaitu terkait program optimalisasi pendapatan daerah di pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Provinsi Papua, penertiban aset, dan beberapa hal penting lainnya seperti penandatanganan nota kesepahaman (MoU), kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dan tindak lanjut surat kesepakatan bersama tentang Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) PNS.
Terkait optimalisasi pendapatan daerah, kata Febri, KPK melakukan beberapa hal khususnya di Kota Jayapura dan beberapa kabupaten yang memiliki potensi dan infrastrukturnya memadai, yaitu pemasangan alat rekam pajak (tapping machine) di sektor perhotelan, restoran, dan tempat hiburan.
Selanjutnya, optimalisasi pendapatan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan cara koneksi "host to host" antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan Pemda, pemutakhiran zona nilai tanah (ZNT) sebagai dasar perhitungan BPHTB,
Kemudian optimalisasi pendapatan pajak Pemprov Papua dari pajak-pajak lainnya seperti kendaraan bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pajak air permukaan, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dan sumber pajak lainnya.
KPK, kata Febri, juga akan mengevaluasi kesepakatan antara Pemprov Papua dengan PT Freeport terkait sengketa pembayaran pajak air permukaan.
Selanjutnya terkait aset yang bermasalah, KPK mendorong percepatan sertifikasi tanah-tanah pemda, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) serta tindak lanjut perda khusus (Perdasus) terkait tanah ulayat/adat melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama.
Kemudian, penertiban aset Pemda melalui kerja sama antara Pemda dengan Kejati dan Kejari di Papua di bidang perdata dan tata usaha negara (Datun) melalui penerbitan surat kuasa khusus (SKK) menggunakan jalur litigasi maupun nonlitigasi.
KPK pada Senin ini juga menyelenggarakan semiloka bertema "Quo Vadis Pengaturan Pertanahan di Tanah Papua" dengan narasumber dari Majelis Rakyat Papua (MRP), ahli pertanahan nasional, Kementerian LHK, BPN, dan Pemerintah Provinsi Papua,"
Baca juga: Kemarin, Penangkapan tersangka 38 Kg sabu hingga kasus Mesuji
"Tujuannya mendapatkan solusi kebijakan dan operasional terkait hak ulayat masyarakat adat di bidang pertanahan sebagai salah satu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Namun, juga menjadi ancaman bagi kepastian status hukum tanah di Provinsi Papua dan Papua Barat," ucap Febri.
Adapun, kata Febri, aset-aset yang ditertibkan itu tercatat tanah belum bersertifikat sebanyak 216 persil dengan nilai sekitar Rp578 miliar, aset tanah/bangunan bermasalah di Jayapura, Merauke, Biak, dan lain-lain setidaknya terdapat 10 unit dengan nilai sekitar Rp111 miliar.
Kemudian aset/tanah di Jakarta sebanyak enam unit dengan nilai buku sebesar Rp108 miliar dan hotel-hotel milik Pemprov Papua sesuai serah terima PT Natour dengan nilai buku sebesar Rp96,55 miliar.
Kemudian aset kendaraan dinas, yakni dikuasai oleh pejabat sebanyak 26 unit diluar kartu inventaris barang (KIB), dikuasai anggota dewan tidak aktif sebanyak 62 unit dan 9 unit di luar KIB, dikuasai anggota dewan aktif sebanyak 10 unit dan 18 unit di luar KIB, dan dikuasai pensiunan sebanyak 402 unit dan 17 unit di luar KIB.
"Selanjutnya, dikuasai oleh keluarga ASN yang telah meninggal sebanyak 155 unit dan 8 unit di luar KIB, tidak diketahui keberadaannya sebanyak 286 unit ditambah 45 unit di luar KIB, dikuasai ASN yang telah pindah tempat tugas sebanyak 271 unit ditambah 16 unit di luar KIB," ungkap Febri.
Hal lainnya, kata Febri, yang juga menjadi perhatian KPK untuk didorong demi memperkuat sistem dan tata kelola pemerintahan yang bersih dan efektif, yaitu pada 25 Juli 2019 akan ditandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur Papua, Gubernur Papua Barat, dan Kepala LIPI.
"MoU tersebut terkait kerja sama yang salah satu hasil pentingnya akan menghasilkan kajian dan naskah akademik untuk memperkuat revisi Undang-Undang Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat," ujar Febri.
KPK juga menyoroti soal kepatuhan LHKPN yang masih relatif rendah per 19 Juli 2019.
"Hanya DPRD Provinsi Papua dan 8 DPRD Kabupaten/Kota yang tercatat melaporkan LHKPN-nya kepada KPK," ungkap Febri.
Selain itu, KPK juga menyoroti penyelesaian PTDH terhadap PNS yang bermasalah.
Tercatat hingga 19 Juli 2019, berdasarkan data yang diterima dari Kanwil BKN Regional Provinsi Papua, pemda-pemda di Provinsi Papua masih belum mengeluarkan sejumlah SK pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS yang telah "inkracht" karena melakukan korupsi atau tindak pidana jabatan.
Adapun rinciannya, yaitu Pemkab Waropen (lima PNS), Pemkab Supiori (10 PNS, Pemkab Biak Numfor (satu PNS, terlanjur pensiun), Pemkab Mimika (sembilan PNS), Pemkab Sarmi (sembilan PNS), Pemkab Asmat (tiga PNS), Pemkab Jayapura (dua PNS), Pemkab Paniai (satu PNS), Pemkab Mamberamo Tengah (dua PNS), Pemkab Dogiai (dua PNS), Pemkab Nduga (satu PNS), Pemkab Puncak (satu PNS), Pemkab Deiyai (satu PNS), dan Pemkab Jayawijaya (satu PNS).
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus pengadaan CCC Pelindo II
Baca juga: KPK periksa anggota DPR Fraksi PAN Sukiman
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019