Tarakan (ANTARA) - Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Basar Antonius menilai pemasangan sistem identifikasi otomatis (AIS) di kapal penumpang dan ikan merupakan investasi jangka panjang untuk mewujudkan keselamatan pelayaran.

“Itu investasi yang tidak berwujud tapi bermanfaat bagi keselamatan nelayan itu sendiri, terhindar dari musibah. Kalau terkena musibah akan menambah biaya lebih besar lagi,” kata Basar di Tarakan, Kalimantan Utara, Senin, saat sosialisasi Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan AIS bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.

Basar menuturkan selama ini banyaknya kecelakaan kapal, seperti tertabrak atau tersenggol karena tidak terdeteksi navigasi pelayaran melalui Vessel Traffic System (VTS) sebab tidak ada AIS yang dipasang di kapal tersebut.

“PM 7/2019 ini menghilangkan kekhawatiran tersebut. Kita memiliki alat itu untuk keselamatan dan keamanan pelayaran agar lebih ditingkatkan, terutama kapal pelayaran kita yang sering ditabrak atau disenggol karena enggak ada sinyal lewat AIS B,” katanya.

Pernyataan tersebut juga menanggapi ketentuan Organisasi Maritim Internasional (IMO) yang mewajibkan pemasangan AIS untuk kapal minimal 300 GT, sementara pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub mewajibkan pemasangan AIS di kapal penumpamg minimal 35 GT dan kapal ikan 60 GT.

“Kita wajib mengamankan wilayah perairan kita, termasuk terkait dengan kapal-kapa kecil, pihak internasional sangat bersyukur. Ketika kita mengajukan proposal TSS (Traffic Separation Scheme/ Skema Pemisahan Alur) di Selat Lombok dan Selat Sunda kendalanya adalah kapal-kapal nelayan ber-GPS yang seharusnya tidak melintas selat tersebut,” katanya.

Terkait investasi pemasangan AIS tipe B untuk kapal ikan minimal Rp10 juta, Basar mengatakan pihaknya juga tengah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Badan Layanan Umum Bakti untuk membuat proyek percontohan 100 AIS.

“Melakukan kerja sama Kominfo, lewat BLU Bakti untuk membuat proyek percontohan dan akan memberikan100 AIS secara cuma-cuma,” katanya.

Basar mengatakan bahwa pemerintah menaruh perhatian terhadap upaya peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran yang salah satunya dilakukan dengan memberlakukan kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS di kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia baik kapal nasional maupun kapal asing.

Basar menjelaskan bahwa sebelumnya, Pemerintah telah meminta masukan dan tanggapan dari pemangku kepentingan pelayaran juga masyarakat maritim sehingga substansi dari PM No. 7 tahun 2019 ini tentunya telah mengakomodir dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan dan pada akhirnya diundangkan tanggal 20 Februari 2019.

"Jadi, Pemerintah tidak serta merta membuat suatu aturan dengan tidak melibatkan pemangku kepentingan juga masyarakat maritim," katanya.

Basar berharap pemangku kepentingan pelayaran dan masyarakat maritim dapat mendukung salah satu upaya Pemerintah untuk peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran dengan pemberlakuan PM Nomor 7 tahun 2019 tentang kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS yang diberlakukan mulai 20 Agustus 2019.

“Kami juga meminta agar masyarakat memahami pemberlakuan PM 7 tahun 2019 ini semata-mata untuk keselamatan dan keamanan pelayaran serta untuk memperkuat kedaulatan dan menunjukkan Indonesia sebagai negara hukum di samping sebagai negara kepulauan terbesar di dunia," katanya.

Sistem Identifikasi Otomatis AlS adalah sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan/atau stasiun radio pantai (SROP).

Ada dua kelas tipe AIS yang yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.

Sedangkan AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain, kapal penumpang dan kapal barang nonkonvensi berukuran paling rendah GT 35, serta Kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan perdagangan barter atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B adalah kapal penangkap ikan yang berukuran paling rendah GT 60.

Pengawasan penggunaan AIS dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan kapal, dan pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal asing.

Baca juga: Kemenhub paparkan alasan kewajiban pemasangan AIS di kapal
Baca juga: Insa minta waktu penyesuaian sistem identifikasi otomatis kapal
Baca juga: Kemenhub wajibkan kapal pasang sistem identifikasi otomatis

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019