Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas meminta pemerintah untuk serius dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang nantinya akan ditetapkan menjadi Undang-Undang.
“Dari 55 RUU, sekitar 21 dalam pembahasan tingkat satu,” kata Supratman dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Baca juga: Komisi I DPR: revisi UU ITE baru sebatas wacana
Baca juga: Anggota DPR pesimistis UU PDP selesai diakhir masa jabatan
Supratman menjelaskan beberapa hal yang menjadi permasalahan untuk menyelesaikan pembahasan RUU tersebut diantaranya sudah adanya surat (Surpres) namun tidak disertai daftar inventaris masalah (DIM).
“Ini pertama kali dalam sejarah, seharusnya Surpres diturunkan, DIM juga ikut turun, sehingga tidak mungkin untuk dibahas,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Menurut dia, sejumlah RUU diantaranya tentang RUU pertembakauan, RUU masyarakat adat hingga revisi UU aparatur sipil Negara (ASN).
Faktor lain yang menghambat penyelesaian RUU yakni ketidakhadiran pemerintah dalam pembahasan bersama DPR. Padahal kata Supratman, substansi pembahasan tinggal menyelesaikan satu hingga dua pasal saja.
Supratman mengharapkan presiden dapat memerintahkan atau pun memaksakan kementerian terkait untuk dapat hadir dalam pembahasan RUU tersebut.
“Intinya RUU yang belum selesai, baikk usulan pemerintah atau DPR dikarenakan pemerintah tidak hadir dalam pembahasan dan itu harus menjadi koreksi dari presiden,” jelas Supratman.
Sebelumnya, Jumat (19/7) Komisi VIII menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan daftar Anggota Pantia Kerja (Panja) Pemerintah terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Komisi VIII optimis dapat menuntaskan pembahasan undang-undang itu sebelum DPR periode 2014-2019 selesai masa jabatannya.
Baca juga: Baleg DPR: Usulan RUU Penyadapan tidak akan pangkas kewenangan KPK
Baca juga: Ideologi Puan Maharani jadi alasan kuat jabat Ketua DPR
Baca juga: Gerindra belum bahas kursi pimpinan di parlemen
Pewarta: Fauzi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019