Jakarta (ANTARA News) - Saat datang mereka menggembar-gemborkan diri sebagai "tentara pembebasan" yang menyelamatkan rakyat dari penindasan Sang Diktator, kini lima tahun setelah mereka menyerbu Irak keamanan rakyat malah lebih tak terjamin. Lima tahun setelah serbuan pimpinan AS ke Irak, banyak ahli mengatakan dalam dengar pendapat dengan sub-komite Dewan Perwakilan Rakyat AS bahwa lebih dari 2,5 juta orang Irak menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dan dua juta orang lagi telah menyelamatkan diri ke negara-negara tetangga. Tentara pimpinan AS menyerang Irak 20 Maret 2003 demi menggulingkan Sang Diktator Saddam Hussein. Kini, menurut laporan kantor berita trans-nasional, Irak malah lebih tidak aman dan tidak stabil dibandingkan selama Saddam Hussein --yang dicap sebagai diktator brutal oleh Barat-- menguasai Negeri 1001 Malam tersebut. Selama "Sang Diktator" berkuasa tak pernah ada laporan bahwa lebih dari dua juta orang Irak meninggalkan negeri itu dan dua juta orang lagi menjadi pengungsi di dalam negeri mereka sendiri. Kegagalan penguasa pendudukan makin terlihat saat "Irak Centre for Research and Strategic Studies" pada Desember 2006 menyelenggarakan angket dan memperoleh hasil bahwa 90 persen rakyat Irak memilih hidup di bawah Saddam Hussein. Sementara itu jajak pendapat oleh stasiun televisi Inggris sebelum peringatan kelima serbuan ke Irak memperlihatkan lebih dua-pertiga orang Irak percaya pasukan pendudukan pimpinan Amerika mesti meninggalkan negeri tersebut. Situasi kemanusiaan di Irak pasca-serbuan adalah yang paling kritis di dunia, kata Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Jutaan orang di negeri itu dilaporkan tak memiliki akses ke air minum, sanitasi dan perawatan kesehatan, padahal sebelum Perang Teluk Pertama 1991, Irak termasuk negara makmur dan memiliki rumah sakit kesehatan anak nomor satu di dunia, dan kota Baghdad dilewati oleh dua sungai besar, Eufrat dan Tigris. Kerusuhan dan sanksi ekonomi telah menambah parah penderitaan rakyat, kata ICRC. "Kenyataan bahwa sebagian orang di Irak kini relatif lebih aman tak boleh membuat kita lupa akan penderitaan juta orang lagi," kata Beatrice Megevand Roggo, pemimpin operasi ICRC di Timur Tengah dan Afrika Utara kepada kantor berita Perancis, AFP. Walaupun situasi telah membaik di beberapa daerah, banyak rakyat Irak tewas atau cedera setiap hari akibat serangan atau aksi kekerasan terhadap warga sipil --yang seringkali menjadi sasaran. Perawatan kesehatan sangat mahal bagi kebanyakan warga sipil. Berapa jumlah orang Irak yang telah selama ini simpang-siur. Sebanyak 1.189.173 orang Irak dilaporkan telah tewas, sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan Irak belum lama ini memperkirakan 151 ribu orang tewas dari awal serbuan Maret 2003 hingga Juni 2006. Menurut perkiraan lain, jumlah warga sipil yang tewas akibat konflik tersebut hampir 48 ribu dan 601 ribu, sementara hampir 30 ribu cedera. Sebanyak 3.988 personil militer AS dilaporkan telah tewas dan perang Irak telah mengeruk biaya 503 miliar dolar AS Kemiskinan Sekali pun jumlah pengungsi baru telah mendekati angka pada tahun-tahun pertama konflik, pejabat senior AS Lawrence Foley mengatakan keprihatinan utama berputar pada kemiskinan yang bertambah parah di kalangan orang yang mencari perlindungan di dalam Irak sendiri serta di Suriah, Jordania, Lebanon, Mesir dan Turki. Masalah paling kritis adalah kemiskinan yang meningkat, kata Foley, yang juga menjadi koordinator senior masalah pengungsi Irak di Departemen Luar Negeri AS. Orang Irak yang tinggal di negara asing tapi tak memiliki izin tinggal seringkali dilarang bekerja, sehingga makin lama mereka berada di negara asing tersebut, makin terbuka kemungkinan ia menghabiskan sumber daya keluarga mereka. Meskipun pengungsi dan orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka tak membengkak selama 2008, ia menduga kebutuhan masyarakat yang ada akan meningkat siring dengan berlalunya waktu. Gregory Gottlied, Wakil Asisten Administratur bagi Biro USAID Urusan Demokrasi, Konflik dan Bantuan Kemanusiaan, menyoroti masalah yang dihadapi orang Irak yang telah meninggalkan kediaman mereka akibat bentrokan antar-aliran di dalam Irak. Meskipun kerusuhan berkurang, angka pengungsi melambat, dan pemulangan terbatas pada 2007, orang Irak yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka tetap menjadi krisis kemanusiaan serius. "Singkatnya, orang Irak yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dan krisis pengungsi bertambah parah dan akan memerlukan reaksi terpadu serta berlanjut dari pemerintah AS dan masyarakat internasional secara keseluruhan," kata Gottlied sebagaimana dikutip AFP. Pemboman masjid kubah emas milik umat Syiah di Samarra pada Februari 2006 membuat 1,3 juta orang Irak menjadi pengungsi dan banyak keluarga tersebut terus menghadapi tantangan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Pada 2007, 60 persen orang Irak yang menjadi pengungsi dilaporkan tak memperoleh bantuan makanan sejak mereka meninggalkan kediaman mereka, sementara 20 persen lagi dilaporkan mencari tempat berteduh di bangunan kosong atau permukiman tak resmi lain yang tak memiliki air bersih atau listrik. Namun yang membuat heran adalah tak seorang politikus yang bertanggung jawab atas nasib buruk rakyat Irak pernah dimintai pertanggung-jawaban, meskipun 65 hingga 70 persen rakya AS dilaporkan menentang perang tersebut. Selain itu, serbuan pimpinan AS lima tahun lalu tak pernah mendapat pengesahan Dewan Keamanan PBB dan perang tersebut telah membuat jutaan rakyat Irak menghadapi nasib buruk dan kemiskinan tak berujung.(*)

Oleh Oleh Chaidar Abdullah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008