Jakarta (ANTARA) - "Maaf dilarang membawa air kemasan ke dalam," tegur petugas keamanan yang berjaga di pintu masuk Kantor Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur.
Ya, segala bentuk plastik sekali pakai, mulai air mineral kemasan, tas kresek hingga "styrofoam" dilarang keras dibawa masuk ke kantor itu demi mengurangi sampah plastik.
Kebijakan itu mulai berlaku sejak sehabis Lebaran lalu bagi seluruh jajaran Sudin LH Jaktim, tanpa terkecuali, mulai petugas kebersihan hingga kepala sub dinas (sudin).
Bahkan, di sekeliling ruangan kantor tak ada satu pun air mineral kemasan yang tersaji, termasuk di meja tamu. Kalaupun harus menyuguhi, gelas beling yang dipakai.
Para pegawai sudah mafhum dengan kebijakan itu. Dari rumah, mereka memilih membaws "tumbler" atau botol minuman yang bisa diisi ulang.
Pun ketika harus membeli sesuatu, mereka tak lagi mau menenteng tas kresek karena sudah menyiapkan tas ramah lingkungan agar tak meninggalkan sampah.
"Sebelum mengimbau masyarakat, kami harus bisa mencontohkan dari diri sendiri dulu. Istilahnya, harus menjadi teladan," ujar Kepala Sudin LH Jaktim Budi Mulyanto.
Apalagi, sebagai instansi yang menaungi persoalan lingkungan hidup. Harus bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam mengelola sampah.
Agar efektif, setiap kebijakan pasti menyertakan sanksi. Tak main-main, pegawai Sudin LH Jaktim yang kedapatan melanggar bisa mendapatkan teguran hingga surat peringatan (SP).
Budi memastikan komitmen seluruh pegawai di lingkup Sudin LH Jaktim untuk menaati aturan itu. Sementara bagi tamu yang mungkin belum tahu, dimaklumi, namun tetap harus menaati.
"Boleh dicek. Semua pegawai di sini bawa 'tumbler'," tegas Budi sembari menunjukkan botol minum yang setia menemaninya di kantor.
Baca juga: Menteri Susi ancam "tenggelamkan" pembuang sampah plastik ke laut
Baca juga: Kampanye tolak plastik sekali pakai disuarakan 49 elemen masyarakat
Dominasi Plastik
Gerakan bebas plastik sekali pakai yang diterapkan Sudin LH Jaktim bukanlah tanpa alasan. Dari sampah yang terkumpul, sampah plastik memang mendominasi, sampai 50 persennya.
Setiap bulan, bank sampah induk yang ada di Sudin LH Jaktim rata-rata mengumpulkan 100 ton sampah dari seluruh 10 wilayah kecamatan yang ada.
Kecenderungan pada tahun ini, volume sampah yang terkumpul mengalami kenaikan dibandingkan 2018. Tahun lalu, volume sampah paling banyak hanya 77 ton pada Oktober.
Periode 2018, Januari tercatat 0,9 ton, Februari (7), Maret (21), April (26), Mei (48), Juni (28), Juli (51), Agustus (54), September (52), Oktober (77), November (76) dan Desember sebanyak 67 ton.
Total volume sampah yang terkumpul selama periode 2018 tercatat sebanyak 512 ton, sementara pada tahun ini sudah terkumpul 594 ton. Padahal, data baru memasuki bulan keenam.
Kalau mau dirinci untuk tahun ini, Januari ada 99 ton, Februari (103), Maret (104), April (116), Mei (91) dan Juni sebanyak 79 ton.
Maria Clarete, pengawas kebersihan Sudin LH Jaktim mengakui kenaikan volume sampah yang terkumpul di bank sampah induk di tingkat kota administrasi.
Secara terjadwal, lanjut gadis berkacamata itu, bank sampah unit atau tingkat kecamatan akan mengirimkan sampah ke bank sampah induk.
"Sekali kirim bisa sampai tujuh ton. Isinya (sampah) macem-macem, ada plastik, kardus, botol dan sebagainya," katanya yang diamini Dita Purnamasari, rekannya sesama pengawas kebersihan.
Untuk mengelola sampah yang terkumpul di bank sampah, Sudin LH Jaktim juga sudah bekerja sama dengan pabrik pengolah. Tak kurang 190 bank sampah telah tersebar di wilayah tersebut.
Akan tetapi, volume sampah tetap perlu dikendalikan dari hulu. Kuncinya, dari pola konsumsi plastik yang wajib dibatasi agar tak melebihi daya isi.
Baca juga: Mahasiswa UMM sulap sampah jadi furniture bernilai ekonomi tinggi
Baca juga: Kaka Slank suarakan bahaya plastik sekali pakai melalui musik
Membiasakan Diri
Ketika awal gerakan bebas sampah plastik sekali pakai diterapkan, mungkin belum sempurna. Barangkali, sesekali masih ada pegawai yang terlupa karena belum terbiasa.
Namun, sekarang semua pegawai sudah menyadari. Tak hanya pegawai yang berkantor Sudin LH di Jaktim, namun juga yang ada di tingkat unit atau kecamatan.
Kalau ditotal, jumlah pegawai, baik berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun kontrak di lingkup Sudin LH Jaktim ada lebih dari seribu orang.
Agenda rapat juga tak sekalipun menyediakan hidangan dengan kemasan plastik sekali pakai. Air mineral kemasan pun sudah diganti gelas-gelas yang bisa dicuci dan dipakai kembali.
Para abdi negara itu sudah mampu mereduksi pola konsumsi plastik di tempat mereka bekerja. Tak terasa, mereka bisa karena terbiasa.
"Sudah terbiasa. Coba aja lihat, semuanya sudah bawa 'tumbler', saya juga," kata Susana, staf teknis ahli bagian Peran Serta Masyarakat (PSM) Sudin LH Jaktim.
Bagi Susana, semua tergantung komitmen pribadi. Buktinya, dia dan rekan-rekannya tak terbebani meski harus membawa botol minum sendiri.
Bukan cuma itu, Sudin LH Jaktim juga mewajibkan setiap mobil yang masuk memiliki tempat sampah pribadi. Jika tidak punya, jangan harap bisa parkir di halaman kantor.
Sebagai pimpinan, Budi menyadari kebijakan itu berlaku hanya sebatas di lingkup sudin yang dipimpinnya. Masih relatif kecil untuk wilayah Jaktim, apalagi untuk seluruh Jakarta.
Namun, kebijakan dari timur Ibu Kota itu patut diapresiasi dan diteladani. Sesuatu yang besar diawali dari hal yang kecil. Bukan tidak mungkin langkah Budi menginspirasi banyak instansi.
Untuk mengendalikan sampah plastik memang bukan perkara mudah.
Akan tetapi, kalau tidak segera dimulai, kapan lagi? Kalau tidak dari diri sendiri, siapa lagi?
Baca juga: Wali Kota Banjarmasin girang para ojek ikut "diet" kantong plastik
Baca juga: Kepulauan Seribu kampanyekan kurangi sampah plastik melalui tumbler
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019