Banyak kapal tak terawasi di Selat Malaka, membuang limbah sembarangan atau berlabuh jangkar di alur selat itu menggunakan kapal-kapal kecil.

Tarakan (ANTARA) - Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Basar Antonius memaparkan alasan pemerintah mewajibkan pemasangan sistem identifikasi otomatis (AIS) di kapal penumpang dan ikan melalui Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia.

Basar dalam sambutannya pada Sosialisasi PM 7/2019 di Tarakan, Kalimantan Utara, Senin, menjelaskan bahwa titik awal penerapan peraturan tersebut adalah banyaknya kapal yang membuang limbah saat melintasi wilayah Indonesia, terutama Selat Malaka namun tidak terdeteksi.

“Banyak kapal tak terawasi di Selat Malaka, membuang limbah sembarangan atau berlabuh jangkar di alur selat itu menggunakan kapal-kapal kecil,” katanya.

Namun, lanjut dia, karena tidak terdeteksi akhirnya tidak bisa melakukan tindakan lebih lanjut untuk mengetahui pelaku pelanggaran tersebut.

“Kami cuma terbengong saja pantai kita dilumuri minyak kapal yang dikira berlabuh di skema pemisahan arus (TSS) ternyata membuang limbah,” katanya.

Basar menambahkan pelaku tersebut sengaja membuat limbah saat arus air laut menuju teritori Indonesia.

Untuk itu, diwajibkan bagi seluruh pemilik kapal memasang sistem identifikasi otomatis, yakni untuk kapal penumpang minimum 35 GT dan untuk kapal ikan 60 GT per 20 Agustus 2019.

Selain itu, Basar menegaskan bukan hanya memasang tapi juga mengaktifkan meskipun saat sandar di pelabuhan.

Selain pengawasan akan dilakukan secara langsung maupun menggunakan Vessel Traffic System (Sistem Lalu Lintas Kapal), pihaknya berkoordinasi dengan TNI serta Kepolisian.

“Kami bersama-sama aparat penegak hukum, Polair, Perhubungan Laut serta KSOP, Syahbandar, melaksanakan ketentuan yang diatur PM 7/2019 ini,” katanya.

Pemerintah mewajibkan seluruh kapal, baik nasional maupun asing yang berlayar di perairan Indonesia memasang Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) menyusul diberlakukannya PM Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia per 20 Agustus 2019.

Tipe AIS sendiri terdiri dari dua kelas, yakni AIS Kelas A dan AIS Kelas B.

AIS Kelas A wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.

Baca juga: Insa minta waktu penyesuaian sistem identifikasi otomatis kapal

AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain, kapal penumpang dan kapal barang non konvensi berukuran paling rendah GT 35, serta kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B adalah kapal penangkap ikan yang berukuran paling rendah GT 60.

Nakhoda juga wajib mengaktifkan dan memberikan informasi yang benar pada AIS, seperti misalnya Informasi terkait data statik dan data dinamik kapal untuk AIS Kelas A.

Untuk AIS Kelas B, informasi yang wajib diberikan terdiri dari nama dan jenis kapal, kebangsaan kapal, MMSI, titik koordinat kapal, dan kecepatan serta haluan kapal.

Pengawasan dan pemantauan terhadap implementasi Peraturan Menteri ini akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalaui shore base station, dalam hal ini adalah Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Stasiun Vessel Traffic Services (VTS) milik Ditjen Perhubungan Laut.
Baca juga: Forum AIS pertegas peran Indonesia sebagai poros maritim dunia

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019