Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendesak pemerintah segera menaikkan harga bahan bakar minyak (bbm) bersubsidi agar pemerintah bisa tetap menjadi lokomotif pertumbuhan kegiatan ekonomi di tengah kegiatan dunia usaha yang melambat akibat krisis global."Saya percaya tidak ada jalan lain bagi pemerintah kecuali menaikkan harga bbm," ujar Ketua Umum APINDO Sofyan Wanandi di Jakarta, Selasa.Ia menilai kenaikan harga bbm secara bertahap dan pada kisaran yang tidak terlalu tinggi sekitar Rp500 - Rp1.000 per liter akan diterima masyarakat dibandingkan pemerintah membuat berbagai program penghematan yang kredibilitas pelaksanaannya diragukan, seperti konversi gas ke minyak tanah dengan pemberian tabung dan kompor gas gratis dan program insentif dan disinsentif tarif listrik yang sebenarnya menaikkan tarif listrik. "Kalau pemerintah mau selamat dan lebih sedikit kerjaannya, naikkan bbm secara bertahap," ujar Sofyan yang tidak percaya berbagai program penghematan bbm yang dilakukan pemerintah terkait kredibilitas aparatur negara. Menurut dia, dengan menaikkan harga bbm, pemerintah bisa mendapat uang lebih besar untuk membiayai berbagai program yang langsung berdampak pada rakyat miskin, termasuk membiayai pembangunan infrastruktur. "Saat ini pemerintah kesulitan uang untuk membiayai berbagai subsidi yang terus meningkat akibat kenaikan harga minyak mentah dunia. Padahal sumber pendapatan pemerintah dari pajak dan utang kini mulai susah," ujar Sofyan. Pemerintah, lanjut dia, baru akan mendapat pajak bila dunia usaha mendapat keuntungan. Namun dengan situasi ekonomi yang sulit saat ini, sulit bagi pemerintah mengandalkan peningkatan pajak dari dunia usaha. Sedangkan untuk mendapatkan pinjaman yang banyak dan murah dari dunia, menurut Sofyan, juga sulit saat ini, terkait krisis keuangan dunia sehingga tidak banyak likuiditas di dunia. Akibatnya bunga pinjaman dunia pun naik, seperti utang yang harus dibayar Indonesia saat ini bunganya mencapai tujuh persen, padahal The FED hanya 3,25 persen. "Jadi tidak ada uang di dunia saat ini, yang kita bisa pinjam banyak lagi," ujarnya. Bahkan investasi pun belum banyak yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah sangat diharapkan bisa menjadi lokomotif pembangunan selama ekonomi sulit saat ini, seperti pemerintah AS yang menurunkan suku bunga dan mengeluarkan anggaran sekitar 150 miliar dolar AS ke pasar untuk membantu resesi yang dihadapi dunia usahanya. "Yang dilakukan pemerintah justru terbalik saat ini, suku bunga tidak turun, anggaran (APBN) bahkan dipangkas. Situasi ekonomi makin sulit," katanya. Sementara itu, sebelumnya Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Bambang Trisulo secara implisit menyatakan tidak keberatan harga bbm dinaikkan pada kisaran di bawah 30 persen. Ia yakin selama nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi terkendali, maka pasar mobil di Indonesia tidak akan terpengaruh besar. Berbeda dengan Sofyan dan Bambang, Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Moneter dan Sistem Fiskal, Bambang Soesatyo, justru menolak rencana kenaikan harga bbm. "Akan banyak perusahaan padat karya atau pabrik-pabrik yang akan gulung tikar dan pengangguran akan meningkat tajam," katanya. Kondisi itu, lanjut dia, sangat berbahaya di tengah kelangkaan dan melambungnya harga kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan usulan atau alternatif menekan subsidi tanpa menaikkan harga.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008