Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyatakan, meski berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan komunitas internasional untuk mengendalikan penyebaran virus Avian Influenza (AI) H5N1, namun angka kejadian flu burung pada unggas di Indonesia masih tinggi.Dalam pernyataan yang ditampilkan pada laman resminya, Selasa, FAO mengumumkan bahwa sirkulasi virus AI pada populasi unggas di Indonesia saat ini sangat tinggi dan hal itu dikhawatirkan dapat memicu mutasi yang mengarah pada pandemi influenza."Saya sangat khawatir, sirkulasi virus yang tinggi pada populasi unggas di negara ini dapat menciptakan kondisi bagi virus untuk bermutasi dan akhirnya menyebabkan pandemi influenza pada manusia," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan FAO, Joseph Domenech.Infeksi Avian influenza pada unggas, yang pertama kali dilaporkan terjadi tahun 2003, dengan cepat menyebar dan saat ini telah terjadi di 31 dari 33 provinsi di Indonesia, menjadi endemi di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi Selatan. Penularan flu burung dari unggas ke manusia juga masih terus terjadi. Menurut Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan (Depkes) RI, I Nyoman Kandun, saat ini jumlah kumulatif kasus flu burung pada manusia sebanyak 129 kasus dan 105 kasus diantaranya berakibat kematian. Kondisi itu dikhawatirkan semakin memburuk karena, menurut Domenech, strain virus H5N1 baru yang baru-baru ini muncul mungkin menyebabkan vaksin yang ada sekarang tidak bisa sepenuhnya melindungi unggas sehingga kemungkinan penularan virus dari unggas ke manusia meningkat. "Masalah ini sudah ditangani Departemen Pertanian dengan bantuan teknis dari `OIE/FAO Influenza Network of Laboratories` dan didanai USAID dan AusAID. Hanya saja masih diperlukan investigasi lebih lanjut untuk mengembangkan vaksin yang lebih baik untuk unggas," katanya.Ia menjelaskan, saat ini Indonesia sedang menghadapi masa sulit untuk mengendalikan penularan penyakit tersebut dan karenanya membutuhkan sumber daya manusia, finansial, komitmen politik dan koordinasi yang kuat di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota untuk memperbaiki surveilans dan upaya pengendalian. Hingga kini desentralisasi administrasi pemerintahan, kurang memadainya sumber daya pelayanan kesehatan hewan, minimnya kerjasama pemerintah dengan produsen unggas komersial, keterbatasan sumber dana internasional dan nasional juga masih menjadi tantangan dalam mengimplementasikan strategi pengendalian flu burung yang komprehensif. "Avian influenza situation di Indonesia saat ini genting, semua mitra internasional dan otoritas nasional meningkatkan usaha untuk menghentikan penyebaran penyakit ini pada hewan dan menjadikan upaya untuk memerangi penyakit ini sebagai prioritas utama," jelasnya. Ia menambahkan, komponen utama dalam strategi pengendalian avian influenza nasional seperti surveilans efektif, mekanisme pemusnahan unggas massal dan kompensasi, vaksinasi, perbaikan biosekuriti, pengoperasian laboratorium yang efektif dan prosedur karantina serta pengontrolan lalu lintas unggas dan produk unggas harus segera diterapkan. FAO, katanya, dalam hal ini telah memberikan dukungan kepada pemerintah pada area dengan jumlah kasus tinggi yakni dengan melatih tim kesehatan hewan profesional untuk melakukan kegiatan surveilans dan respon cepat (Participatory Disease Surveillance and Response (PDS/R). Sejauh ini, Domenech melanjutkan, lebih dari 1. 350 petugas PDS/R lokal telah dilatih dan aktif bekerja dengan komunitas pedesaan untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran avian influenza. Tim respon cepat dan surveilans saat ini telah bekerja di 193 dari 448 kabupaten/kota di Indonesia dan pada Juni 2008 lebih dari 2.000 tim respon cepat dan surveilans ditargetkan sudah aktif di lebih dari 300 kabupaten/kota endemi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008