Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggelar evaluasi kasus dugaan pemberian uang sebesar 660 ribu dolar AS kepada Jaksa Urip Tri Gunawan (UTG) dan kasus dugaan aliran dana Bank Indonesia (BI) ke sejumlah anggota DPR pada Rabu, 19 Maret 2008. "Besok kita akan evaluasi kasus UTG dan juga perkembangan kasus BI," kata Ketua KPK, Antasari Azhar, di Jakarta, Selasa. Antasari menegaskan, pengusutan kasus aliran dana BI akan terus berlanjut, meski kini publik sedang disibukkan dengan pemberitaan kasus yang menimpa Jaksa Urip Tri Gunawan. Pada 2 Maret 2008, petugas KPK menangkap jaksa Urip Tri Gunawan di salah satu rumah di Jakarta Selatan, karena diduga menerima uang sebesar 660 ribu dolar AS, atau lebih dari Rp6 miliar. KPK juga menangkap seorang wanita berinisial AS yang belakangan diketahui bernama lengkap Artalyta Suryani. Artalyta diduga sebagai pemberi uang. Urip dan Artalyta telah berstatus tersangka dan ditahan. Pemberian uang itu diduga terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dihentikan penyelidikannya oleh Kejaksaan Agung dua hari sebelum penangkapan. Penggantian Jampidsus Terkait penggantian posisi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang dijabat Kemas Yahya Rahman, Antasari mengatakan hal itu sepenuhnya kewenangan rapat pimpinan Kejaksaan Agung. Antasari berharap agar publik tidak mencari-cari hubungan antara penggantian itu dengan penyidikan kasus Urip oleh KPK. Penyidikan KPK, katanya, bernuansa pengusutan tindak pidana, sedangkan penggantian Jampidsus adalah mekanisme internal di Kejaksaan Agung. KPK akan tetap memeriksa semua pihak yang dirasa relevan untuk memberikan keterangan atas kasus Urip. "Permintaan keterangan terhadap kejaksaan tidak ada kendala," kata Antasari. Untuk kasus aliran dana BI, KPK telah melakukan penyitaan atas rumah dan satu unit apartemen milik mantan Deputi Gubernur BI, Iwan R. Prawiranata, pada 17 Maret 2008. Antasari mengatakan, penyitaan itu adalah strategi KPK untuk menyelamatkan keuangan negara. "Itu strategi KPK bahwa saat penyidikan kita maksimalkan penyitaan aset untuk antisipasi pengembalian kerugian negara," katanya. Iwan diduga menerima kucuran Rp13,5 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk keperluan bantuan hukum. Sebagian dari uang itu diduga digunakan untuk membeli rumah dan apartemen. KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI), yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Dari ketiga tersangka, hanya Burhanuddin yang belum ditahan. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, kasus itu bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati. Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada Panitia Perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Pada pemeriksaan di KPK, mantan Ketua Sub Panitia Perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2008