Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, mengatakan Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate), karena laju inflasi pada bulan berikutnya diperkirakan menguat.
"BI kemungkinan akan menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 8,25 persen akibat laju inflasi yang cenderung menguat, didukung oleh kenaikan harga bahan pangan dan harga minyak mentah akibat tekanan global" katanya di Jakarta, Selasa.
Dikatakannya, tekanan global maupun domestik menimbulkan persepsi terhadap inflasi yang akan mengalami peningkatan, apalagi pasar juga pesimistis dengan target yang ditetapkan pemerintah maupun BI.
Pasar pesimistis, karena melihat perkembangan seperti harga minyak dan distribusi barang yang tidak lancar, ujarnya.
Menurut dia, kenaikan harga bahan pangan dan minyak mentah merupakan faktor yang memicu meningkatnya laju inflasi Maret 2008, akibat aktifnya dana lindung (hedge fund) bermain di pasar kedua komoditas.
Hedge fund melakukan pembelian minyak mentah dunia dan emas yang memicu kedua komoditas itu naik tajam hingga sempat mencapai angka 110,40 dolar AS per barel dan lebih dari 1000 dolar AS per ons, katanya.
Hal ini, lanjut dia, menunjukkan bahwa kasus krisis gagal bayar kredit sektor perumahan di AS masih tetap berlanjut, bahkan sebuah perusahaan obligasi hipotek terbesar kedua AS, Bear Stearn "collapse".
Kondisi ini mendorong bank sentral AS (The Fed) segera menurunkan suku bunga diskonto sebesar 25 basis poin menjadi 3,25 persen dari 3,50 persen, katanya.
Ditanya mengenai rupiah, menurut Edwin Sinaga, aksi emosional masih terjadi terhadap rupiah, karena mata uang Indonesia akan bisa menembus angka Rp9.300 per dolar AS.
Rupiah masih akan terpuruk hingga di level antara Rp9.300 sampai Rp9.350 per dolar AS, ucapnya.
Mengenai rencana bank sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunga utamanya, menurut dia, tidak terlalu banyak membantu rupiah, karena pelaku pasar asing cenderung menempatkan dananya di pasar luar, ketimbang domestik, meski selisih bunga rupiah terhadap dolar AS makin melebar.
Investor asing/Hedge Fund lebih memilih mencari gain yang lebih besar dan cepat didapat, ketimbang selisih bunga rupiah terhadap dolar AS, katanya.
Bahkan, lanjut dia, ada sejumlah dana dari capital inflow yang telah beralih ke sana untuk membeli kedua komoditas itu.
Jadi penurunan bunga The Fed terhadap rupiah tidak akan mendukung mata uang lokal itu menguat tajam seperti sebelumnya, kecuali investor asing kembali bermain di pasar domestik, ucapnya. (*)
Copyright © ANTARA 2008