Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Selasa pagi, menguat tipis, menyusul aksi spekulatif pelaku pasar membeli rupiah menjelang pertemuan Bank Sentral AS (The Fed) hari ini yang diperkirakan akan menurunkan suku bunganya. Nilai tukar rupiah naik tipis menjadi Rp9.280/9.290 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.285/9.325 per dolar AS atau menguat lima poin. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, mengatakan rupiah sedikit membaik, karena pasar masih trading, apalagi pelaku juga menunggu pengumuman The Fed yang diperkirakan akan kembali menurunkan suku bunganya. The Fed diperkirakan menurunkan suku bunga Fed fund sebesar satu persentase poin menjadi dua persen, katanya. Rupiah, menurut dia, sebelumnya terpuruk karena aksi beli dolar AS yang berlebihan, pelaku sangat emosional dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang sempat mencapai 110,40 dolar AS per barel (saat ini 106 dolar AS). Apabila harga minyak dunia itu bergejolak lagi, kemungkinan besar rupiah kembali terpuruk hingga mencapai antara Rp9.300 sampai Rp9.350 per dolar AS, ucapnya. "Kita lihat nanti sore apakah pelaku masih emosional, apabila itu terjadi maka rupiah akan kembali merosot hingga menembus level Rp9.300 per dolar AS," tambahnya. Menurut dia, penurunan bunga The Fed kemungkinan tidak begitu menarik lagi, karena para hedge fund cenderung menempatkan dananya di pasar komodoti. Apalagi harga minyak mentah dunia itu diperkirakan akan bisa mencapai angka 125 dolar AS per barel, ujarnya. Rupiah, lanjut dia, juga masih tertekan dari capital inflow asing yang berlanjut, karena mereka mencari gain yang lebih besar ketimbang bermain di pasar uang dan pasar saham domestik. Karena itu, penurunan bunga The Fed yang memicu selisih bunga rupiah terhadap dolar AS makin melebar belum mendorong pelaku asing kembali menempatkan dananya di pasar Indonesia, ucapnya. Sementara itu, dolar AS terhadap yen merosot menjadi 95,77 dari sebelumnya 97,20 dab euro melemah jadi 1,5737 dari 1,5905 per dolar AS. Kenaikan yen terhadap dolar AS kurang disukai para eksportir Jepang, karena produk yang mereka tawarkand di pasar ekspor kurang kompetitif, katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008