Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap menilai bahwa penghitungan suara ulang yang dilakukan oleh dua anggota KPU Maluku Utara non-aktif, Rahmi Husein, ilegal meskipun fatwa Mahkamah Agung (MA) menyebutkan hal itu memenuhi syarat hukum."Dari sudut pandang KPU, sampai sekarang rapat pleno kita yang menyatakan penghitungan ulang di Ternate sah, belum pernah kita revisi," kata Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, di Kantor KPU Jakarta, Senin.Hafiz mengatakan, KPU belum menerima fatwa MA yang dinyatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Mardiyanto, bahwa penghitungan ulang versi Ketua KPU Maluku Utara (Malut) non-aktif, Rahmi Husein, sesuai dengan proses hukum.Mendagri sebelumnya mengatakan, fatwa MA sudah keluar dan fatwa tersebut menyebutkan, secara proses hukum yang memenuhi persyaratan adalah versi Rahmi Husein.Hafiz menjelaskan, apa pun fatwa MA, KPU akan menghormatinya, namun dalam rapat pleno KPU menyepakati penghitungan suara yang dilakukan oleh Rahmi Husein di Gedung Bidakara, Jakarta, tidak ada alasan hukum yang dapat dibenarkan, karena pelaksananya dilakukan orang yang telah dinonaktifkan, dan prosedur penghitungannya tidak benar."Saya kira soal penonaktifan Rahmi Husein merupakan urusan internal KPU. KPU punya kewenangan untuk menonaktifkan KPU yang berada di bawahnya, kalau didapati persyaratan untuk itu," katanya. Soal prosedur penghitungan, lanjut Hafiz, yang dilakukan Rahmi tidak benar karena mereka hanya menayangkan hasil dan disahkan langsung, tanpa penghitungan dari tingkat Kabupaten Halbar, karena menyangkut tiga kecamatan yang dipersoalkan. Sementara itu, penghitungan yang dilakukan Plt Ketua KPU Malut, Muchlis Tapitapi, menurut Hafiz, sudah sesuai prosedur. "Rapat diskors tiga jam karena tidak kuorum. Penghitungan juga dimulai dengan pemaparan dari Halmahera Barat yang bermasalah," katanya. Hafiz menambahkan, pihaknya enggan berkomentar soal fatwa MA tersebut, karena Ia mendengar informasi yang berbeda dengan Mendagri. "Yang kami dengar, fatwa itu hanya menyatakan MA tidak berwenang menilai. Kita tidak tahu mana yang benar. Makanya lebih baik kita tunggu dulu bagaimana bunyi fatwa tersebut," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008