Jakarta (ANTARA News) - Artalyta Suryani, tersangka kasus dugaan pemberian uang kepada jaksa Urip Tri Gunawan, membantah terkait dan pernah aktif di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Artalyta menyampaikan hal itu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin. Wanita paruh baya itu menyampaikan, dirinya dan almarhum suaminya, Suryadharma, tidak pernah menempati posisi penting di BDNI. Menurut Artalyta, Suryadharma tidak pernah menjabat Direktur Utama dan dirinya tidak pernah menjabat sebagai Sekretaris di bank yang terlibat dalam skandal BLBI itu. "Itu tidak benar sama sekali," katanya. BDNI adalah bank milik obligor Sjamsul Nursalim, penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)sebesar Rp37 triliun. Penyelidikan kasus yang melibatkan BDNI telah dihentikan oleh Kejaksaan Agung pada Jumat (29/2). Kejaksaan Agung, sebagaimana diumumkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman ketika itu, tidak menemukan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Pada 2 Maret 2008 atau dua hari setelah penghentian penyelidikan, Artalyta ditangkap oleh petugas KPK setelah diduga memberikan uang sebesar 660 ribu dolar AS kepada jaksa Urip Tri Gunawan. Jaksa Urip pun ditangkap. Urip sebelumnya menjabat ketua tim jaksa penyelidik kasus BLBI dengan obligor BDNI. Dia tidak pernah tertangkap tangan oleh petugas KPK, imbuhnya. Dirinya diminta ke gedung KPK setelah petugas KPK menangkap Urip di luar halaman rumah milik Artalyta di Jalan Terusan Hanglekir 2 Kavling WG nomor 9 Simprug, Kebayoran Lama, Jaksel. Keberadaan petugas KPK di luar rumahnya diketahui Artalyta melalui anak dan petugas keamanan rumahnya. Setelah terjadi penangkapan, menurut Artalyta, sejumlah petugas KPK meminta dirinya untuk ke Gedung KPK. "Saya bersedia," katanya. Artalyta menegaskan rumah itu miliknya bukan rumah Sjamsul Nursalim. (*)
Copyright © ANTARA 2008