Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini terjadi kondisi anomali, di mana harga minyak meroket di tengah kondisi perekonomian dunia yang melambat, bahkan mengarah ke resesi. "Harusnya kalau pertumbuhan ekonomi melambat, maka harga minyak turun, namun ternyata saat ini harganya terus meningkat," kata Menkeu dalam rapat kerja gabungan Panitia Ad Hoc (PAH) II dan PAH IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin. Hadir pula dalam rapat itu Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta. Menurut Menkeu, dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat bahkan mengarah ke resesi, maka permintaan terhadap minyak akan turun sehingga harganya juga akan turun. "Namun yang terjadi justru sebaliknya, harga minyak terus meningkat sejak Agustus 2007 hingga Maret 2008 ini," katanya. Penjelasan yang sudah muncul terhadap anomali harga minyak itu, menurut Menkeu, adalah saat ini terjadi kelebihan likuiditas valuta asing (valas) dalam bentuk dolar AS. Kelebihan likuditas valas dolar AS terjadi sebagai dampak dari kasus "subprime mortgage" (kredit macet perumahan) di AS yang terjadi pada Juni-Juli 2007. "Karena berlebihnya likuiditas dolar AS, orang yang pegang dolar AS melarikan dananya ke pasar komoditas, termasuk minyak. Karena itu, harga komoditas dunia, termasuk pangan, juga mengalami kenaikan sangat signifikan," jelas Menkeu. Harga minyak di perdagangan Asia, Senin, melambung ke posisi tertinggi baru perdagangan harian di atas 111 dolar AS per barel, karena dolar AS jatuh ke posisi terendah baru terhadap euro, kata para dealer. Kontrak utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman April, diperdagangkan pada posisi tertinggi baru selama ini 111,42 dolar AS, sehingga memecahkan puncak sebelumnya 111 dolar AS yang terjadi pada Jumat lalu. Kontrak pada Jumat ditutup pada 110,21 dolar AS di akhir jam perdagangan AS. (*)

Copyright © ANTARA 2008