Angkatan ketiga pada Juli 2019 diperluas mendidik 45 peserta perwakilan 12 Desa Peduli Gambut BRG, fasilitator desa gambut, BKSDA​​​​​​​, UPTD ​​​​​​​Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Banyuasin, serta da'i gambut

Palembang (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut (BRG) menyelenggarakan Sekolah Lapang di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan untuk mengatasi kebakaran lahan gambut di daerah setempat pada musim kemarau 2019.

Kegiatan tersebut berlangsung di Balai Diklat Mandiri Desa Bangsal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir selama empat hari sejak 19 hingga 22 Juli mendatang dengan menggandeng Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) sebagai mitra, kata dinamisator BRG Sumatera Selatan, DD Shineba, di Palembang, Sabtu.

Dengan diselenggarakan Sekolah Lapang pada Juli ini, katanya, BRG sudah tiga kali melakukan kegiatan tersebut di provinsi yang memiliki lahan gambut yang cukup luas itu.

Ia menjelaskan bahwa angkatan pertama pada 2017 mendidik kader dari desa peduli gambut, dan angkatan kedua kembali dilakukan khusus mendidik kader dari Desa Peduli Gambut 2018.

Shineba menjelaskan angkatan ketiga pada Juli 2019 ini diperluas mendidik sebanyak 45 peserta dari berbagai latar belakang seperti perwakilan 12 Desa Peduli Gambut BRG, fasilitator desa gambut, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), UPTD ​​​​​​​Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Banyuasin, serta da'i gambut.

Sementara itu, pegiat pertanian ekologis dari INAgri, Syamsul Asinar menjelaskan masa pendidikan Sekolah Lapang pada intinya dibagi dalam tiga tahapan panjang.

Tahap awal merupakan masa pembekalan, selanjutnya para kader akan melewati masa penugasan berupa pembangunan kebun contoh bersama masyarakat di desa masing-masing.

Selama proses itu, katanya, ada fase pengayaan dengan metode pendampingan di lapangan, ujar salah satu perumus kurikulum Sekolah Lapang petani gambut BRG.

Kasubpokja Edukasi BRG, Deasy Efnida Westy menambahkan Sekolah Lapang bagi petani gambut merupakan salah satu kunci mencegah kebakaran lahan gambut di Sumsel dan beberapa provinsi lainnya.

“Pada awalnya masyarakat hanya mengenal istilah kebakaran hutan, ketika kebakaran terjadi kawasan gambut, kadang sekadar dipahami sebagai kebakaran hutan dan lahan padahal dampak negatifnya tidak cukup banyak," ujarnya.

Untuk penyelenggaraan Sekolah Lapang pada tahun ini, BRG mengundang pihak BKSDA agar bisa memperkaya pemahaman tentang kebakaran hutan dan lahan yang telah menimbulkan banyak kerugian ekonomi, gangguan kesehatan, dan kerusakan lingkungan.

Baca juga: Tiga kabupaten ini paling rawan kebakaran hutan dan lahan di Sumsel

Baca juga: BRG siapkan sekolah ajarkan pembukaan lahan tanpa bakar

Baca juga: Biaya padamkan kebakaran lahan di Sumsel habiskan Rp1 triliun

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019