Surabaya (ANTARA News) - Wakil Ketua KPU Pusat, I Gusti Putu Artha mengusulkan agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diundur hingga Desember, agar calon perseorangan bisa ikut serta dalam Pilkada."Masa pencalonan harus ditarik mundur ke Desember semua, artinya kita masih bisa menunggu agar proses regulasi sekarang dilaksanakan dengan baik," ujar Putu di Surabaya, Minggu.Dia mengemukakan hal itu pada diskusi "Calon Perseorangan Dalam Perspektif Hukum" yang diselenggarakan oleh Kelompok Pendukung Calon Independen, yang juga menghadirkan pakar hukum Udayana, Prof Dr Ibrahim SH MH dan pakar hukum Unair, Dr Hadi Subhan.I Gusti Putu Arta mengatakan, sekarang ini nasib calon perorangan agar dapat mengikuti hajatan Pilkada tergantung pada pemerintah dan DPR. "Sekalipun Maret ini revisi UU Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bisa diselesaikan oleh pemerintah dan parlemen, tidak ada jaminan kalau KPU Pusat dan KPU Provinsi bisa mengeksekusi langsung calon perorangan," katanya. Putu mengatakan masih ada PP Nomer 6 dan Permendagri Nomer 44 tentang Pilkada yang juga butuh direvisi. "Jadi persoalannya itu, kalau merevisi membutuhkan waktu lagi, bisa sampai Mei hingga Juni," katanya. Kalau regulasi itu sudah selesai, ujar dia, persoalan berikutnya adalah pengajuan anggaran ke DPR/DPRD, karena ada calon perorangan. "Lalu DPR akan memberi jawaban. Kami belum mengagendakan pada APBN/APBD 2008 tunggu P-APBD Desember hingga Oktober. Artinya susah calon independen kalau proses regulasinya seperti ini," katanya. Menurut Putu, kalau putusan MK Mei 2007 tentang calon perorangan tidak bisa diimplementasikan, kenapa mengeluarkan biaya untuk revisi UU Nomer 32 Tahun 2004 karena itu perlu skenario lain. "Kalau tidak dilakukan uipaya hukum dan politik yang konkrit dan hanya diam saja menunggu proses regulasi berjalan maka nol persen peluang calon perorangan," katanya. Sementara itu, guru besar Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof Dr Ibrahim SH MH justru menyarankan agar seluruh pendukung calon independen di seluruh Indonesia bersatu untuk melakukan unjuk rasa. "Upaya hukum sudah dilakukan secara benar, karena upaya hukum tidak bisa dilaksanakan maka perlu `hukum rimba` dengan melakukan unjuk rasa massal agar diperhatikan oleh pemerintah," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008