Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) mendorong berkembangnya upaya mediasi yang dapat menyelesaikan sengketa di luar pengadilan karena dapat mengurangi konflik di masyarakat dan juga dapat mengurangi beban pengadilan dalam menangani perkara.
"MA sangat mendukung adanya usaha mediasi," kata Wakil Ketua MA Harifin A Tumpa, SH, MH, saat Pertemuan Nasional Mediator Indonesia, di Jakarta, Jumat.
Harifin Tumpa mengatakan MA berkepentingan terhadap mediasi di luar pengadilan. Alasan pertama, dengan makin banyaknya perkara yang selesai di luar pengadilan maka konflik di masyarakat makin berkurang.
"Karena prinsip mediasi 'win-win solution' (saling menguntungkan)," katanya.
Sementara penyelesaian di pengadilan bisa menimbulkan konflik berkepanjangan karena ada pihak yang kalah dan menang.
Selain itu, katanya, jika mediasi berkembang maka diharapkan persengketaan di masyarakat dapat diselesaikan sehingga perkara di pengadilan makin berkurang.
Ia memberi contoh, pada 2007, jumlah perkara di peradilan umum lebih dari tiga juta perkara buah yang 20 persen di antaranya adalah perkara perdata.
"Yang sampai ke MA 7.000-8.000 perkara. Dengan hanya ditangani 14 majelis hakim maka tidak akan mampu menyelesaikan seluruh perkara sehingga setiap tahun ada 'dead lock' atau tunggakan perkara," katanya.
Ia mengatakan, MA sendiri mendorong tumbuhnya mediasi. Sebelum hakim memeriksa perkara, hakim berkewajiban untuk mendamaikan para pihak yang berperkara.
Sebelum tahun 2000, upaya mediasi oleh para hakim tersebut kurang optimal. Sehingga setelah 2000 dikeluarkan surat edaran. Namun hasilnya juga tidak begitu efektif karena surat edaran itu hanya bersifat anjuran.
Sementara itu ketua panitia Pertemuan Nasional Mediator Indonesia, John A Palinggi mengatakan, salah satu tujuan pertemuan adalah membentuk asosiasi mediator Indonesia. Wadah itu akan menjadi tempat menyalurkan aspirasi, komunikasi dan pelayanan diantara para anggotanya.
Jhon Palinggi mengatakan, jika mediasi dikembangkan dalam penyelesaian perkara maka akan mengurangi konflik. Hal itu, katanya, juga akan berpengaruh bagi iklim investasi karena penyelesaian perkara yang baik akan membuat investor merasa nyaman.
Mengenai proses mediasi, John mengatakan, jika para pihak yang berperkara telah setuju dengan upaya damai maka hasilnya akan disahkan oleh pengadilan.
John mengatakan, saat ini ada sekitar 200 mediator di Indonesia. Sementara yang datang ke pertemuan sekitar 140 mediator. John mengatakan akan ada kode etik yang akan menjadi pegangan para mediator tersebut dalam melakukan profesinya.
John mengakui perkembangan mediasi untu menyelesaikan perkara agak lambat. Untuk itu ia menekankan perlunya sosialisasi mengenai peranan mediasi dalam mendamaikan suatu perkara.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008