Jakarta (ANTARA News) - Mengurusi cuaca dan perubahan iklim, ternyata lebih mudah daripada mengurusi masalah perempuan dan tuntutan kesetaraan jender, begitu menurut Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Sri Woro Harijono, yang sempat mengikuti sidang Komisi Kedudukan Wanita (CSW) di New York, akhir Februari 2009.Wanita yang menjadi pucuk pimpinan BMG itu mengaku pusing berbicara di hadapan para wanita pakar jender, ketika menjadi satu-satunya pembicara yang membahas perubahan iklim dalam Komisi Sidang Kedudukan Wanita tersebut, sementara empat pembicara lain berbicara khusus jender."Mereka hanya berbicara bagaimana perempuan mendapat kesetaraan peran dalam pembuatan keputusan tentang perubahan iklim, berhubung 50 persen dari korban perubahan iklim adalah perempuan," kata Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Mekanisasi Pertanian dan Jurusan Agroklimat itu.Menurut Woro, para pakar jender itu seharusnya mendengar sarannya bahwa mereka perlu memilah-milah dulu tema apa saja yang ada dalam masalah perubahan iklim, apakah kesehatannya, pendidikannya, yakni bidang yang bisa dimasuki wanita secara mudah dan pas."Wanita itu secara fisik berbeda dengan pria, sudah dari Allah, sehingga tidak semua pekerjaan bisa ditangani wanita," katanya.Namun, ia menilai, untuk pekerjaan yang memerlukan otak, maka wanita tidak kalah."Pengambil keputusan dalam perubahan iklim setidaknya punya publikasi internasional mengenai iklim, jadi tidak asal saja," katanya.Wanita yang sedang menyelesaikan program doktor di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Ilmu Atmosfer itu mengatakan, wajar saja pembicaraan soal jender dan perubahan iklim tidak akan selesai sampai kapan pun, jika apa yang dibicarakan tidak menyentuh masalah substansi dari perubahan iklim.Sidang CSW tersebut merupakan tindak lanjut kesepakatan yang diambil dalam konferensi Dunia IV tentang Perempuan di Beijing 1995 dan kesepakatan pada sesi khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-23 tentang Perempuan 2000. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008