Beijing (ANTARA News) - Kemajuan dan modernisasi teknologi persenjataan militer China yang saat ini berkembang pesat memunculkan ketakutan dan kekhawatiran sejumlah negara di wilayah regional bahkan Amerika Serikat sekalipun.China yang kemajuan dan modernisasi militer sudah bisa disejajarkan dengan negara-negara barat, menimbulkan kekhawatiran bahwa negara tirai bambu itu akan melakukan ekspansi ke negara-negara sekitar, terutama ASEAN.Tetapi kekhawatiran itu seharusnya tidak perlu terjadi karena China telah menegaskan bahwa kemajuan dan modernisasi persenjataan militer China bukan untuk ekspansi atau menyerang negara lain, tapi justru akan digunakan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dunia. "Munculnya kekhawatiran dan ketakutan sebagian pihak terhadap apa yang dinamakan China akan melakukan ekspansi militer ke negara ASEAN hendaknya tidak perlu terjadi, karena tujuan modernisasi bukan untuk itu," kata Bernard Loo, seorang profesor dari Universitas Teknologi Nanyang. Kesempatan itu disampaikan dan ditekankan di depan puluhan perwira tinggi militer yang berasal dari negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, yang melakukan dialog "Membangun Kepercayaan Regional dan Militer China-ASEAN" di Beijing, pekan ini. Ia menegaskan bahwa dengan kemajuan militer yang dialami, China justru ingin menciptakan suatu ekonomi dunia yang mapan dan aman, karena jika modernisasi digunakan untuk perang maka kesulitan dan kesengsaraan masyarakat justru akan timbul. "Jadi dengan alasan seperti itu, saya tidak mempunyai pikiran bahwa China merupakan suatu ancaman bagi ASEAN," katanya yang merupakan warga Singapura. Loo justru menilai bahwa kemajuan dan modernisasi militer China bisa dimanfaatkan bersama-sama dengan negara ASEAN untuk menciptakan dan membangun suatu wilayah regional yang aman dan stabil, yang pada akhirnya bisa menciptakan masyarakat yang sejahtera. Penegasan lain muncul dari Ketua Akademi Ilmu pengetahuan Militer (AMS) Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China Letjen Liu Chengjun, yang mengatakan bahwa modernisasi dan kemajuan teknologi sejumlah peralatan militer China bukan merupakan ancaman apalagi untuk menyerang negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia, tapi justru akan digunakan untuk menjaga stabilitas dan keamanan di wilayah itu. "Kemajuan dan modernisasi yang dimiliki China hendaknya jangan dijadikan suatu penilaian negatif tapi hendaknya dilihat untuk bersama-sama meningkatkan keamanan dan stabilitas bersama ASEAN," kata Letjen Liu Chengjun. Menurutnya, dilihat secara geografis China dan ASEAN memiliki letak yang berdekatan bahkan dengan salah satu negara ASEAN memiliki perbatasan langsung, sehingga secara tradisional pun sesungguhnya telah menjalin suatu penjagaan keamanan. Hubungan yang baik di bidang pertahanan dan keamanan kedua wilayah itu, katanya, juga tersebar di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang rawan menimbulkan sejumlah konflik. Meskipun demikian, katanya menambahkan, stabilitas dan keamanan di kedua wilayah ini selama ini telah terjaga dengan baik dan sangat kondusif sehingga praktis tidak ada memunculkan masalah yang berarti. "Antara China dan ASEAN juga telah berhasil membangun dan menciptakan keamanan lain seperti mencegah terjadinya terorisme, pembajakan, dan bahkan membantu kepada para korban bencana alam. Jadi tidak semata hanya untuk kepentingan militer saja," kata Chengjun. Modernisasi yang dikembangkan oleh China, katanya, justru ingin dipergunakan oleh Pemerintah China untuk bersama-sama ASEAN menjaga dan meningkatkan stabilitas dan keamanan di kedua wilayah itu, yang justru pada akhirnya akan menciptakan rasa aman dan damai. Menyinggung mengenai dialog tersebut, ia menekankan bahwa upaya ini dilakukan untuk melakukan saling pertukaran informasi serta pengalaman di antara sesama negara-negara ASEAN dan China, sehingga pada akhirnya masing-masing negara bisa mengetahui sudah seberapa jauh kemampuan dan kehandalan militer yang dimiliki. Mayjen Qian Lihua, Direktur Masalah Luar Negeri Kementrian Pertahanan Nasional China, mengatakan kerjasama militer antara ASEAN dan China telah terjalin cukup lama dan dengan beberapa negara bahkan telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang saling menguntungkan dan saling menghormati. Menurutnya, China tidak akan berupaya untuk ikut mencampuri urusan dalam negeri ASEAN dan demikian pula sebaliknya, sehingga saling menghormati dan saling kepercayaan tetap terjaga hingga kini. "Kerjasama itu dinilai sangat penting dan strategis untuk menciptakan suatu stabilitas keamanan yang kondusif di kawasan ASEAN dan China," katanya. China berharap agar dialog seperti ini bisa dilakukan secara berkala untuk memperoleh sejumlah informasi mengenai modernisasi militer di masing-masing negara. "Tujuannya bukan untuk melakukan intervensi tapi lebih ditujukan kepada saling tukar informasi dan pengalaman antara China-ASEAN," kata Lihua. Harus Transparan Direktur Analisis Lingkungan Strategis, Ditjen Strahan Dephan Brigjen TNI Marciano Norman, menilai modernisasi perlengkapan militer yang dilakukan China, juga di negara-negara ASEAN, dan Indonesia hendaknya tidak harus dan menjadi suatu kekhawatiran satu sama lain tapi harus ditanggapi dengan kewajaran, selama diimbangi dengan transparansi sehingga mampu memberikan keyakinan. "Adanya modernisasi militer di ASEAN dan China adalah sesuatu yang wajar selama itu semua diimbangi dengan transparansi yang sama-sama dibangun sesama negara. Sehingga tidak perlu menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan," kata Brigjen TNI Marciano Norman. Menurut Norman, masalah akan timbul apabila modernisasi militer sudah tidak diimbangi oleh transparansi oleh masing-masing negara di kawasan regional, sehingga sangat berpotensi untuk menimbulkan kecurigaan. Tapi, katanya, sepanjang ASEAN dan China berniat melakukan modernisasi dengan transparan, yang intinya juga untuk menjaga kedamaian regional dan dunia, maka keterbukaan itu perlu dihormati dan dihargai dengan baik. "China mengundang kita ke sini untuk mendengarkan pendapat Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya dan China juga ingin mengetahui mengenai bagaimana dan seperti apa modernisasi yang selama ini dilaksanakan," katanya. Norman menilai, modernisasi militer adalah suatu konsekuensi logis dari era globalisasi seperti sekarang ini, ketika perkembangan teknologi tumbuh begitu pesat maka modernisasi terhadap militer juga merupakan suatu keharusan. Karena apabila perkembangan teknologi yang begitu maju tidak diimbangi dengan modernisasi militer, maka hal tersebut merupakan sesuatu hal yang tidak wajar. "Itu adalah adalah konsekuensi logis bila militer melakukan modernisasi seiring dengan kemajuan teknologi. Siapa atau negara mana yang ingin menggunakan suatu teknologi yang sudah usang atau teknologi yang sudah tidak zamannya, tentara di dunia ingin bagaimana mereka melaksanakan tugasnya diiringi oleh kemajuan teknologi," katanya. Ia mencontohkan, jika suatu negara bisa mengamankan suatu daerah dengan teknologi komunikasi yang baik, teknologi penginderaan yang baik, serta teknologi radar yang mampu menjangkau wilayah yang diinginkan maka sesuatu hal yang wajar jika kemajuan teknologi diapresiasi. Selain itu, katanya, modernisasi yang didukung teknologi canggih, juga bisa menimbulkan efisiensi dalam penyebaran tentara. misalnya saja tanpa ada modernisasi membutuhkan 1.000 tentara untuk memantau wilayah maka dengan teknologi maju hanya dibutuhkan 500 tentara. Melihat kondisi seperti itu, ia menilai bahwa modernisasi militer yang selama ini dilakukan oleh suatu negara bukanlah sebagai sesuatu hal yang perlu dikhawatirkan atau ditakutkan, selama masing-masing negara transparan. "Antara Indonesia dan China telah ada kesepakatan bersama yang tertuang dalam MoU bidang pertahanan dan keamanan yang bisa dijadikan payung kesepakatan bidang militer," kata Norman Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China sepakat melakukan kerjasama bidang pertahanan sebagai tindaklanjut dari Kerjasama Strategis yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu JIntao, April 2005. Kerjasama pertahanan kedua negara masing-masing ditandatangani oleh Menhan RI Juwono Sudarsono dan Menhan China Cao Gangchuan, di Beijing, tanggal 7 November 2008. Kedua menteri telah menandatangani kerjasama di berbagai bidang pertahanan, diantaranya kerjasama di bidang kelembagaan, kerjasama di bidang teknologi, serta bidang pendidikan dan latihan. Kedua Menhan juga telah membuat payung kerjasama dan tentunya nanti akan ada tindak lanjut dengan pola dialog, pola seminar yang intinya kedua negara sepakat melaksanakan kegiatan bidang pertahanan Dalam kerjasama itu, juga dimungkinkan adanya pembelian senjata yang masuk dalam bidang kerjasama bidang teknologi. (*)
Oleh Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008