Padang (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melakukan kajian terhadap UU Partai Politik agar parpol lebih memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuannya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

"Tujuan partai politik itu menurut saya hanya dua, memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan meningkatkan daya saing bangsa," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Padang, Sumatera Barat, Kamis.

Ia mengatakan kajian tersebut dilakukan dengan sejumlah lembaga diantaranya LIPI dan Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (PUSaKO FHUA). Hasil kajian itu nanti menjadi rekomendasi untuk memperbaiki UU tentang Partai Politik.

Saut mengatakan KPK telah mencita-citakan politik cerdas dan berintegritas sejak lama. Kajiannya pun sudah banyak dan sekarang juga masih berjalan.

Baca juga: Sembilan parpol tak lapor identitas lengkap penyumbang dana kampanye
Baca juga: Bawaslu Dharmasraya ingatkan parpol laporkan dana kampanye
Baca juga: Tiga Parpol di Madiun belum serahkan LPPDK ke KPU

Salah satu yang menjadi fokus perhatian adalah partai politik harus dapat apa dari negara sehingga tidak harus memikirkan segala biaya lagi dan bisa memfokuskan perhatian untuk membina masyarakat.

Hal itu diatur dengan jelas di negara-negara lain. Sekarang partai politik mendapatkan biaya dari negara berdasarkan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilu.

Ke depan berdasarkan kajian yang dilakukan mungkin saja berubah.

Perbaikan terhadap partai politik itu, kata Saut, juga akan memengaruhi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

Saat ini dari skala 1-100, Indonesia baru mendapatkan nilai 37. Salah satu yang membuat nilai itu kurang adalah pengelolaan partai politik.

Baca juga: KIP Sabang serahkan laporan dana kampanye parpol kepada akuntan publik
Baca juga: Seluruh parpol di Batam laporkan dana kampanye

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengusulkan agar KPK juga memperhitungkan kondisi rijl kepala daerah di seluruh Indonesia saat ini.

Sebagai seorang kepala daerah, memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Hampir setiap hari ada warga atau organisasi yang mengadu minta dibantu.

Namun kepala daerah tidak punya anggaran yang mencukupi untuk bisa memberikan bantuan itu.

"Gaji gubernur hanya Rp8 juta, bupati/wali kota Rp5 juta. Ada bagi hasil pajak, palingan Rp10 juta dan dana taktis Rp10 juta," katanya.

"Sementara yang minta bantuan itu setiap hari dan jumlahnya banyak. Dari mana mau dibantu?," katanya.

Salah satu solusi yang kadang diambil kepala daerah adalah minta bantu temannya yang kebetulan pengusaha. "Tahu-tahu tertangkap KPK," katanya.

Maksud dia agar kepala daerah ini bisa diberikan keleluasaan keuangan untuk bisa mengayomi rakyat yang telah memilihnya.
"Aturan tentang bantuan sosial itu, misalnya, dipermudah. Jangan butuhnya sekarang, bisa cairnya tahun depan," katanya.

Saut menyebut usulan dari gubernur itu akan menjadi salah satu perhatian dari KPK agar tidak semakin banyak kepala daerah yang menjadi "pasien" KPK.

Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019