Mekkah (ANTARA) - Berhaji bagi Dokter Herlina Pohan awalnya ibarat jauh panggang dari api. Selain karena kesibukannya yang tinggi dengan jadwal padat melayani pasien dan melanjutkan pendidikan, antrean berhaji juga sangat panjang.
Namun amanat ibundanya selaksa tak pernah berhenti berdengung di telinganya. Keinginan sang ibu kepadanya adalah melihat Herlina Pohan sebagai putri kebanggaannya bisa berhaji.
Maka menjalankan rukun Islam yang kelima itu pun menjadi impian terbesar perempuan yang akrab disapa Dokter Po itu.
Ibu dari Abi dan Devin itu pun senantiasa menyelipkan keinginan untuk bisa berhaji dalam doa-doanya setiap saat. Sampai pada penghujung tahun 2018, ia melihat ada peluang untuk mendaftar sebagai petugas haji Indonesia.
Dokter spesialis kesehatan jiwa itu terinspirasi senior-seniornya yang menjadi petugas haji berkesempatan selain berhaji sekaligus menjadi pelayan tamu Allah di Tanah Suci. Dokter Po pun mendaftar dan melalui sejumlah seleksi ketat.
“Masya Allah tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, ini bukan karena saya yang berhasil. Tapi lebih karena doa ibu dan panggilan Allah ketika saya lolos menjadi petugas haji tahun ini,” kata alumnus Fakultas Kedokteran UGM itu.
Dokter Po pun merasa harus memantaskan diri setelahnya, ketika ia mendapatkan kesempatan dan Allah telah memanggilnya sebagai pelayan tamu-tamu-Nya di Tanah Suci.
“Allah sudah memilih dan memanggil maka saya harus memantaskan diri karena sudah menerima hadiah terbesar ini. Maka saya harus melakukan yang terbaik dan menjalankan amanah melayani jamaah semaksimal mungkin,” katanya.
Perempuan berdarah Banjar-Batak itu menyatakan akan melayani pasien yang menderita depresi, stres, ataupun gangguan kejiwaan lantaran shock culture dan kaget dengan perbedaan suhu yang ekstrem di Tanah Suci.
“Prevalensi pasien mengalami gangguan kejiwaan di Indonesia semakin tinggi mencapai 1 banding 5 dari populasi umum, terlebih saat berhaji maka saya harus benar-benar siap,” katanya.
Sebagai psikiater, Dokter Po bersama dua dokter ahli kejiwaan rekannya bertugas di Kantor Kesehatan Haji Indonesia di Mekkah. Dari tahun-tahun sebelumnya, dua masalah umum yang kerap kali dialami jamaah saat berhaji adalah demensia dan delirium.
Terlebih karena sebagian besar jamaah haji Indonesia sudah berusia di atas 60 tahun sehingga risiko mengalami dua gangguan jiwa tersebut semakin tinggi.
“Kami telah siap melayani jamaah Insyaa Allah dengan hati dan keikhlasan yang terdalam,” kata Dokter Po yang biasanya berpraktik di RSUD Yogyakarta dan RS JIH itu.
Baca juga: Ribuan jamaah Sumsel sudah berada di Arab Saudi
Baca juga: Perdokhi: Indonesia butuh rumah sakit haji di Mekkah
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019