Yogyakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memastikan sirene untuk peringatan dini tsunami yang dipasang di kawasan Pantai Parangtritis (Kabupaten Bantul) dan Pantai Glagah (Kabupaten Kulon Progo) dicek secara berkala.
"Setiap tanggal 26 kami akan tes apakah sirene tersebut berfungsi dengan baik atau tidak. Pengecekan dilakukan untuk memastikan sirene tersebut selalu dalam kondisi yang baik,” kata Supervisor Pusat Gempa Regional VII BMKG DIY Nugroho Budi Wibowo di Yogyakarta, Kamis.
Namun, Budi mengatakan, aktivasi sirene untuk peringatan dini tsunami tetap menjadi tanggung jawab masing-masing pemangku wilayah, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tiap kabupaten.
“Aktivasi sirene didasarkan pada kebijakan dari masing-masing wilayah. Hal itu menjadi kewenangan daerah. Kami hanya melakukan pengecekan kondisinya saja,” katanya.
BMKG akan menyampaikan peringatan dini tsunami melalui berbagai media, seperti sosial media hingga pesan singkat telepon selular.
"Untuk di wilayah DIY, masyarakat sudah terbiasa dengan pesan melalui media sosial," kata Nugroho.
Penyampaian peringatan dini dilakukan dalam dalam empat tahap, dengan peringatan dini pertama yang memuat informasi mengenai parameter gempa yang disampaikan maksimal lima menit setelah terjadi gempa bermagnitudo besar.
Peringatan dini kedua, informasinya sudah dilengkapi dengan perkiraan waktu tiba gelombang sesuai dengan permodelan dan disampaikan dalam waktu kurang dari 10 menit sejak gempa atau disesuaikan dengan jumlah sinyal tambahan yang masuk ke dalam sistem.
Pada peringatan dini yang ketiga yang disampaikan dalam waktu 10--60 menit sejak gempa informasinya sudah dilengkapi dengan data tinggi gelombang di pesisir pantai dari tide gauge, pendeteksi pantai yang dipasang di perairan untuk mendeteksi gelombang.
Peringatan pun diakhiri dengan peringatan dini keempat.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD DIY Birawa Yuswantono mengatakan, saat ini di sepanjang pantai selatan DIY sudah dibentuk desa tangguh bencana (Destana) dan satuan pendidikan aman bencana (SPAB).
Pembentukan Destana dilakukan sejak 2012. Sekarang, Destana sudah tersebar di Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo.
Sedangkan SPAB sudah terbentuk di enam sekolah, yaitu SD Negeri Jangkaran, SD Negeri Pasir Mendit, SD Negeri Trisik, SD Negeri Darat, SMK Negeri 1 Temon, dan SMA Negeri 1 Srandakan.
Biwara menambahkan, selain dari BMKG, juga ada peralatan untuk sistem peringatan dini (Early Warning System/EWS) tsunami di beberapa wilayah namun tidak semua dalam kondisi baik.
Di Kabupaten Bantul terdapat 37 EWS tsunami, 30 di antaranya berfungsi baik dan tujuh lainnya belum pernah difungsikan. Sirene EWS ditempatkan di masjid-masjid yang berada di pesisir selatan dan tower sirine di pantai.
Di Kulon Progo ada delapan unit EWS, tujuh dari BNPB dan satu dari BMKG. Enam unit perangkat EWS dari BNPB masih berfungsi meskipun ada peralatan yang membutuhkan perbaikan.
Di Kabupaten Gunungkidul ada tujuh unit perangkat EWS dari BNPB yang belum pernah difungsikan dan saat ini dalam kondisi rusak.
BPBD DIY pun memiliki cadangan sirene EWS tsunami di Kabupaten Bantul, namun tidak dapat digunakan karena kendala teknis terkait peralatan.
Baca juga:
Sirine tsunami di Aceh diuji coba
BMKG hibahkan sembilan sirene Tsunami untuk Bali
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019