Kami kurir bukan sembarang kurir, kami mengampanyekan 'go green'
Jakarta (ANTARA) - Bagi yang pernah menonton film "Premium Rush" besutan rumah produksi Colombia Pictures pasti bisa merasakan bagaimana serunya mengayuh sepeda di tengah kemacetan jalanan ibu kota oleh kendaraan bermotor.
Film berdurasi satu jam tiga menit ini mengisahkan tentang kurir sepeda terbaik di New York bernama Wilee yang terlibat konflik dengan polisi jahat ketika mengantarkan paket berisi uang.
Profesi ala Wilee yang diperankan aktor Josep Gordon Levitt ini nyata adanya, bukan sekadar adegan film. Puluhan bahkan ratusan kurir sepeda tersebar di sejumlah negara di dunia, tidak ketinggalan juga di Indonesia.
Tak semua orang tahu di Kota Jakarta sudah banyak kurir sepeda ala Wille berkeliling Ibu Kota menggunakan sepeda. Mereka mengantarkan paket dan dokumen dari gedung ke gedung lainnya, dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Berbeda dengan Wilee yang harus berhadapan dengan polisi jahat, para kurir sepeda di Tanah Air harus berjibaku dengan jahatnya kemacetan dan kotornya udara jalanan Ibu Kota.
"Kami kurir sepeda membawa misi pekerjaan yang ramah lingkungan," demikian Hendi Rachmat (42) ketika mengenalkan usaha rintisannya, saat ditemui Senin (15/7).
Hendi Rachmat, pendiri sekaligus COO Westbike Messenger Service (WMS) memelopori berdirinya layanan kurir sepeda kekinian pada 2013 bersama rekannya, Duenno Ludissa.
Layanan jasa logistik bukan barang baru di Indonesia. Tempo dulu mengantar surat atau paket menggunakan sepeda juga sudah dilakoni petugas PT Pos Indonesia, pada era 50-an.
Seiring dengan perjalanan waktu, sepeda kayuh mulai ditinggalkan dengan hadirnya sepeda motor. Para kurir, termasuk pak pos, juga beralih menaiki motor tanpa perlu letih berkeringat.
Waktu terus bergulir, populasi manusia kian bertambah beriringan dengan meningkatnya jumlah pemilik kendaraan bermotor. Ruas jalanan Ibu Kota tak mampu lagi menampung luapan kendaraan, hingga kemacetan menjadi drama rutin hari-hari warga kota.
Berangkat dari problematika kemacetan Ibu Kota, Hendi memutar otak untuk mempertahankan keberadaan komunitas sepeda "Fixed gear" yang kian meredup ditinggal penggemarnya. Begitu pula usaha toko sepeda Fixie yang dibangunnya sejak 2010 sepi peminat.
"Saya berpikir bagaimana caranya komunitas 'fixie' ini tidak bubar," kata ayah satu anak ini.
Berbekal mesin pencarian, Google, Hendi menemukan kultur kurir sepeda yang banyak dilakoni para peggiat sepeda "fixie" di luar negeri, khususnya Eropa.
Ia lantas mempelajari profesi tersebut, karena sangat cocok untuk dijalankan di Jakarta.
Sebagai pegiat sepeda "fixie" yang hari-harinya berangkat kerja menggunakan sepeda, Hendi merasakan betul manfaat bersepeda dapat terhindar dari kemacetan Ibu Kota.
Riset
Sebelum menjalankan usaha layanan logistik kurir sepeda, Hendi melakukan riset kecil-kecilan untuk mengukur seberapa efektifnya profesi tersebut guna memastikan pangsa pasarnya.
Berangkat dari kebutuhan pribadinya mengirimkan dokumen tanpa harus meninggalkan kantor, Hendi memanfaatkan teman-teman komunitasnya untuk mengirimkan barang ataupun dokumen dari satu tempat ke tempat lainnya.
"Waktu itu saya masih bekerja sebagai tenaga ahli Komisi B DPRD DKI Jakarta bidang perekonomian," kata pria kelahiran Jakarta ini.
Studi dilakukan dua bulan lamanya. Ia juga mengukur jarak tempuh dengan bersepeda dari ujung timur sampai barat Jakarta, dapat ditempuh selama satu jam 50 menit.
Hasil studi inilah menjadi parameter menentukan tarif pengiriman paket kurir sepeda. Ada dua jenis layanan pengiriman, yakni paket VIP minimal Rp50 ribu, satu hari sampai dan paket VVIP Rp100 ribu-Rp200 ribu barang dikirim dalam dua jam sampai.
Memang agak mahal, tapi tarif kurir sepeda di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan jasa kurir sepeda di luar negeri, seperti Eropa dan Amerika Serikat, yang mencapai 70 Euro per paket.
Efektivitas kerja kurir sepeda sudah diuji, dari sisi kecepatan dan biaya yang dikeluarkan. Satu kurir sepeda sama dengan 30 kurir sepeda motor dalam menjalankan tugas.
Pada 2013, kemunculan perdana jasa kurir sepeda yang dipelopori WMS mendapat respons positif. Saat itu, media sosial yang mulai bermunculan memudahkan Hendi mempromosikan usaha barunya. Dari dua menjadi 15 kurir sepeda.
Ditambah lagi kemunculan usaha toko daring kecil-kecilan di Jakarta pada 2014 menjadi masa panen bagi para kurir sepeda. Sehari mereka bisa mengirimkan 30-40 paket per hari dengan upah yang lumayan bisa ditabung untuk biaya pendidikan.
Akan tetapi pada 2015, ketika bisnis ojek daring muncul, kurir sepeda pun terpukul oleh promosi layanan antarjemput para kurir sepeda motor. Dengan harga miring, banyak pelanggan UMKM beralih meninggalkan kurir sepeda.
"Kami benar-benar terpukul, pesanan turun 90 persen, pelanggan tersisa hanya benar-benar punya visi misi yang sama mengampanyekan ramah lingkungan," kata Hendi.
Hendi percaya bahwa promo layanan ojek daring tidak akan bertahan lama. Strategi pemasaran tersebut hanya mampu bertahan satu tahun, lalu harga kembali normal. Saat itu, pelanggan yang tadinya berpaling mulai beralih.
Pengalaman hampir terancam gulung tikar justru mendorong Hendi untuk mengembangkan keterampilan para kurir sepeda agar bisa bertahan di tengah ketatnya persaiangan usaha. Apalagi, mereka bekerja sebagai kurir identik dengan pendidikannya rendah.
Walau berpendidikan rendah, berprofesi sebagai kurir yang dijalani bukan sembarang pekerjaan. Mereka mengemban misi sebagai pekerja ramah lingkungan, mengurangi polusi, dan kemacetan Jakarta.
"Kami kurir bukan sembarang kurir, kami mengampanyekan 'go green'," katanya.
Wadah organisasi
Profesi kurir sepeda juga memiliki wadah organisasi, baik di tingkat internasional maupun nasional. Westbike Messenger Service juga memelopori terbentuknya Indonesia Bike Messenger Association (IBMA).
IBMA menghimpun komunitas-komunitas sepeda di sejumlah kota untuk menyediakan layanan kurir sepeda hingga terbentuk di 25 kota di Indonesia dengan kurir berjumlah sekitar 200 orang.
Layanan kurir sepeda ini selain di Jakarta juga ada di Lampung, Mendang, Surabaya, dan Bandung.
Dari sekian banyak komunitas kurir sepeda, hanya WMS satu-satunya berstatus badan usaha beralamat di Jalan Kebayoran Lama Nomor 27, Jakarta Barat.
WMS dan IBMA juga melatih potensi para kurir tidak hanya lihai dalam bekerja, tapi juga jago balapan sepeda The Cycle Messenger World Championship (CMWC). Pemenang kejuaraan ini menyandang gelar juara dunia kurir sepeda.
Kejuaraan tahunan ini digelar berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya. Pada kejuaraan ke-23 tahun 2015 di Melbourne, Australia, untuk pertama kali Indonesia ikut serta.
Selanjutnya terus bergilir pada 2016, 2017 di Montreal, Kanada, IBMA menawarkan diri menjadi tuan rumah CMWC ke-27 di Jakarta.
Bak gayung bersambut, tawaran yang dibuat dengan segala persiapan matang diterima forum CMWC yang memutuskan Jakarta sebagai tuan rumah kejuaraan ke-27 pada 2019.
Agustus mendatang Jakarta akan kedatangan para kurir sepeda dari berbagai negara. Panitia mencatat 187 peserta dari 23 negara yang mendaftarkan dirinya.
Kejuaraan akan berlangsung selama lima hari, mulai 21 sampai 26 Agustus diawali dengan prakegiatan di Bali pada 16-17 Agustus mendatang.
"Walaupun mereka kurir sepeda, tapi mereka punya prestasi ikut lomba di luar negeri," kata Hendi bangga.
Selain mengasah potensi sebagai pembalap, kurir sepeda juga dilatih jiwa bisnisnya untuk menjual produk-produk 'apparel' sepeda, sehingga profesi ini diyakini mampu bertahan pada era industri 4.0.
Tak semulus
Menjalani profesi kurir sepeda tak semulus adegan film "Premium Rush". Berbagai rintangan dan tantangan masih perlu dihadapi, mulai dari sarana prasarana jalan dan lintasan sepeda yang belum tersedia menyeluruh, kondisi jalanan kurang mulus, rambu-rambu pesepeda masih abu-abu.
Selain itu, kebutuhan tempat parkir dan fasilitas kamar mandi umum bagi para pesepeda mandi.
"Karena kita negara tropis, bersepeda di bawah suhu panas ini bisa dibayangkan banyak keringat. Fasilitas kamar mandi bagi pesepeda paling dibutuhkan," kata Hendi yang tengah menantikan kelahiran buah hati keduanya.
Jalan Ibu Kota Jakarta belum ramah bagi pesepeda adalah tantangan yang harus dihadapi Akmal (31).
Pria lulusan D-III perhotelan ini baru memulai usahanya sebagai kurir sepeda. Niatnya tidak hanya untuk bekerja, tapi ingin mengurangi polusi Jakarta.
"Selain hobi, memang saya juga ingin mengurangi polusi terutama di wilayah saya Jakarta Barat," katanya.
Mereka terus bersemangat membangun budaya ramah lingkungan melalui profesinya sebagai kurir sepeda.
Aktivitas mereka juga menjadi bagian dari kampanye mewujudkan "go green".
Baca juga: Kurir sepeda penyedia jasa logistik yang ramah lingkungan
Baca juga: Jakarta tuan rumah Kejuaraan Dunia Kurir Sepeda 2019
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019