"Dua tahun lalu kami bersama Menteri BUMN Rini Soemarno sudah melakukan negosiasi terkait rumah sakit ini, namun terbentur aturan," kata dia di Jakarta, Rabu.
Bahkan pada saat itu, pemerintah bersama Perdokhi dan instansi terkait lainnya telah mencari bangunan, lokasi hingga negosiasi namun batal akibat aturan setempat yang tidak mengizinkan.
Ia menilai apabila terdapat rumah sakit khusus haji asal Indonesia, maka berbagai persoalan kesehatan akan bisa diatasi lebih cepat dan tanggap. Selama ini benturan komunikasi antara petugas kesehatan Arab Saudi dengan jemaah haji asal Indonesia merupakan hal yang sering terjadi.
"Kami sering menemukan jemaah haji yang dilakukan tindakan pemasangan Selang Nasogastrik tube (NGT), padahal seharusnya tidak hal itu terjadi karena salah komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien," kata dia.
Kemudian, apabila calon jemaah haji telah masuk rumah sakit maka petugas kesehatan Indonesia tidak diperbolehkan masuk. Padahal, keberadaanya dibutuhkan untuk memudahkan komunikasi pasien dengan petugas kesehatan Arab Saudi.
Selain itu, setiap tahunnya pemerintah Indonesia harus mengeluarkan biaya dalam jumlah besar untuk mengangkut berbagai alat-alat kesehatan dan obat-obatan ke Arab Saudi.
"Itu nilainya miliaran rupiah, itu akan jadi lebih efisien kalau kita bisa mencoba pengadaannya di sana," ujarnya.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia masih bersyukur karena saat ini apotek dengan obat-obatan asal Kimia Farma dapat ditemukan di sekitar kawasan Tanah Suci.
"Apotek ini merupakan turunan dari permintaan rumah sakit dulu, jadi kalau kekurangan obat, kita sudah mudah sekarang," ujar dia.
Baca juga: Empat calon haji Indonesia meningal di rumah sakit Makkah
Baca juga: Laporan dari Mekkah - 19 calhaj dirawat di klinik, lima dirujuk ke RS
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019