Teheran (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia mengharapkan kasus nuklir Iran tidak dibawa ke tataran politik dan tetap berada di tataran teknis. Hal tersebut dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan Iran, Selasa, setelah melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. "Kita punya konsistensi mendukung pengembangan nuklir damai. Dalam voting di Dewan Keamanan PBB, kita mempunyai sikap berbeda dari negara-negara yang lain," kata Presiden Yudhoyono. Pemerintah RI, lanjutnya, menilai tidak tepat adanya resolusi baru ketika Badan Tenaga Atom Internasional mengatakan telah ada kemajuan yang dicapai oleh Iran. Oleh karena itu, kata Yudhoyono, Pemerintah RI justru melihat perlunya mendorong kerja sama antarkedua negara. Sementara itu Presiden Ahmadinejad menyampaikan penghargaan atas sikap Indonesia. Ia menyebut hal itu adalah sikap yang adil dan sesuai dengan hukum. Sebelumnya, Indonesia menilai Iran kooperatif dalam penelitian dan pengembangan nuklir yang dilakukan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) sehingga Indonesia abstain dalam pemungutan suara untuk resolusi atas sanksi tambahan bagi Iran di Dewan Keamanan PBB pada Selasa (4/3) dinihari Waktu Indonesia Barat atau Senin (3/3) siang Waktu New York, Amerika Serikat. Indonesia menjadi negara satu-satunya di antara seluruh 15 anggota Dewan Keamanan PBB yang menyatakan tidak mendukung sanksi tambahan bagi Iran dengan menyatakan `abstain` saat pemungutan suara terhadap rancangan resolusi tentang Iran dilakukan pada Senin siang waktu setempat. Dalam pemungutan suara yang dipimpin oleh Duta Besar Rusia untuk PBB di Markas Besar PBB Vitaly Churkin, New York, hanya juru runding Indonesia Marty Natalegawa yang mengacungkan tangan saat Churkin bertanya dalam sidang "Adakah yang abstain?". ANTARA News New York melaporkan, para duta besar 14 negara anggota DK PBB semuanya mengacungkan tangan tanda setuju, sehingga dalam pemungutan suara tersebut Dubes Rusia menyatakan bahwa Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1803 resmi disahkan dengan kedudukan 14 suara mendukung dan satu suara abstain. Saat menyampaikan pernyataan sebelum pemungutan suara dilakukan, Wakil Tetap RI untuk PBB, Duta Besar Marty Natalegawa, kembali menegaskan bahwa pada saat ini, sanksi tambahan terhadap Iran bukanlah jalan terbaik. Ia juga antara lain mengatakan, situasi pada saat resolusi sebelumnya tentang pemberian sanksi terhadap Iran, yaitu Resolusi Nomor 1737 dan 1747, tidak sama dengan situasi saat ini, yang Iran dilihat Indonesia sedang bekerja sama dengan IAEA. Anggota Dewan Keamanan PBB saat ini adalah lima anggota tetap dengan hak veto, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan Cina serta 10 anggota tidak tetap tanpa hak veto, yaitu Indonesia, Afrika Selatan, Libya, Vietnam, Belgia, Italia, Kroasia, Panama, Kosta Rika dan Burkina Faso. Resolusi 1803 tahun 2008 menambah sanksi terhadap Iran antara lain berupa penambahan larangan bepergian dan pembekuan aset para pejabat Iran yang terkait dengan program pengembangan nuklir serta menerapkan larangan bepergian terhadap mereka yang terlibat banyak dalam aktivitas pengembangan nuklir Iran. Untuk pertama kalinya, larangan untuk melakukan perdagangan dengan Iran juga akan diterapkan terhadap produk-produk untuk penggunaan militer maupun sipil. Sanksi juga akan mencakup pemberlakuan pengawasan keuangan terhadap dua bank yang dicurigai terlibat dalam kegiatan pengembangan nuklir sementara semua negara diminta untuk `berhati-hati` memberikan kredit, jaminan ataupun asuransi kepada mereka. Selain itu, inspeksi juga akan dilakukan terhadap kapal-kapal yang dicurigai membawa barang terlarang baik dari maupun ke Iran. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008