Jakarta (ANTARA News) - Kalangan ekonom berpendapat bahwa Bank Indonesia (BI) harus bisa lepas dari politik campurtangan pemerintah, sehingga benar-benar independen dalam menjalankan tugasnya menjaga stabilitas moneter dan terciptanya sektor keuangan yang sehat. Hal itu terungkap pada seminar "Mempertahankan Independensi Bank Indonesia", diselenggarakan Central fo Strategic and International Studies (CSIS), di Jakarta, Selasa. Menurut ekonom Credit Suisse First Boston, Mirza Adityaswara, derajat independensi BI sudah pada tahap yang hampir sempurna sesuai dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Sentral, seperti menetapkan suku bunga, target inflasi. "Namun belum independen dari tekanan pemerintah terutama dalam hal mengatasi kesulitan membiayai anggaran. Ini biasanya berdampak pada inflasi yang tinggi," kata Mirza. Ia menjelaskan, independensi sebuah bank sentral bisa dibedakan atas dua hal, yaitu "goal independence", dan "instrument independence". Goal independence jika diberikan kewenangan penuh untuk merumuskan kebijakan moneter, menetukan sasaran dan menentukan instrumen untuk mengimplementasikan kebijakan yang akan diambil. Sedangkan instrument independence, jika pemerintah menetapkan sasaran kebijakan moneter yang ingin dicapai dan bank sentral diberikan kewenangan untuk menentukan perangkat kebijakan dalam mencapai sasaran yang ditetapkan. "Masalahnya, ada kecenderungan politisi yang berkuasa ingin mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi terus menerus, melewati kapasitas ekonomi jangka panjang sehingga justru memicu inflasi," katanya. Hal senada diungkapkan ekonom dari Bank Danamon Anton Gunawan. "Sesuai tugasnya independensi BI sudah bertanggungjawab demi tercapainya stabilitas moneter dan sektor keuangan yang sehat (prudent)," kata Anton. "Independensi secara menyeluruh diperlukan demi menjaga kesimbangan antara inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi," katanya. Sementara itu, mantan Gubernur Bank Indonesia, Andrianus Mooy mengatakan tekanan politik terhadap BI sangat jelas bukan saja dari eksekutif tetapi juga dari legislatif. "Aneh, dalam menentukan Gubernur BI, harus melibatkan DPR, padahal sesuai UU pemerintah dapat menunjuk satu calon yang dinilai memiliki kompetensi bagus," kata Adrianus. Proses penetapan Gubernur dan Dewan Gubernur akhirnya bisa menganggu kinerja tim di BI karena terjadi pengkotak-kotakan di internal.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008