Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) sampai semester pertama 2008 karena laju inflasi masih tetap tinggi akibat kenaikan harga bahan pangan,dan harga minyak mentah dunia. "Kenaikan harga bahan pangan dan harga minyak mentah dunia merupakan faktor utama yang memicu laju inflasi di dalam negeri masih tetap tinggi," kata Direktur Utama PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Farid Rahman usai paparan publik di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, laju inflasi Januari 2008 mencapai 1,77 persen dan pada Februari hanya 0,65 persen, namun dalam dua bulan saja inflasi tersebut sudah mencapai angka 2,32 persen yang sangat menimbulkan kekhawatiran pasar. Target inflasi yang ditetapkan pemerintah tahun ini semula 6 persen, namun melihat tingginya laju inflasi dalam dua bulan itu, maka pemerintah mengubah menjadi 6,5 persen, katanya. Karena itu, lanjut dia, pemerintah harus dapat menekan laju inflasi bulan berikutnya dengan upaya mempersiapkan bahan pangan tepat waktu dan didukung merosotnya harga minyak mentah dunia yang sempat mencapai lebih106 dolar AS per barel. Dengan mempersiapkan bahan pangan pada waktunya, kemungkinan harga bahan pangan itu akan bergerak turun yang selama ini cenderung menguat, katanya. Namun harga bahan pangan saat ini terus menguat, yang merupakan faktor utama memicu laju inflasi bergerak naik, ujarnya. Ia mengatakan, apabila bank sentral AS (The Fed) jadi menurunkan suku bunga Fedfund pada pertengahan Maret dan BI Rate di angka 8 persen, maka selisih suku bunga rupiah terhadap dolar AS akan semakin besar. Besarnya bunga rupiah itu akan mendorong pelaku asing lebih aktif menempatkan dananya di pasar domestik dalam upaya mencari gain yang lebih menarik, ucapnya. Dengan semakin besarnya dana asing masuk ke Indonesia, lanjut dia, kan mendorong rupiah menguat tajam dan ini menunjukkan investasi di dalam negeri masih tetap menarik. "Kami optimis investor asing akan kembali aktif bermain di Indonesia melakukan pembelian di berbagai instrumen Bank Indonesia dan di pasar saham," katanya. Farid mengatakan, perseroan pada tahun 2008 mentargetkan pertumbuhan kredit naik sebesar 47 persen atau sebesar Rp550 miliar dan meraih laba bersih sebesar Rp50 miliar naik dibanding tahun lalu yang mencapai Rp31 miliar. "Kami optimis akan dapat meraih laba sebesar itu, karena sektor konsumer dan UMKM masih sangat menjanjikan," ucapnya. Menurut dia, perseroan juga akan membagikan dividen sebesar Rp10,- kepada para pemegang saham atau sebesar Rp15 miliar dari laba yang diperoleh setelah dikurang rugi akumulasi sebesar Rp10 miliar. Sedangkan dana sebesar Rp5 miliar sebagai laba ditahan dan Rp1 miliar lagi untuk cadangan, ucapnya. Aset perseron pada 2007 naik sebesar 41 persen menjadi Rp1,47 triliin dan penyaluran kredit mencapai Rp1,164 trilliun atau naik 61 persen, serta Dana pihak ketiga mencapai Rp1,240 triliun, sedangkan laba nett mencapai Rp32,5 miliar, demikian Farid Rahman.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008