Jakarta (ANTARA News) - Maskapai swasta nasional AdamAir, terancam ditutup oleh regulator jika dalam beberapa bulan mendatang tidak juga memperbaiki kinerja keselamatan penerbangannya. "Lampu kuning untuk AdamAir maksudnya, kita minta posisinya dipertahankan di kategori II, sambil diberi kesempatan untuk memperbaiki. Jika tidak berubah, terpaksa di kategori III," kata Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menjawab pers di Jakarta, Selasa. Pesawat AdamAir KI-292 rute Jakarta-Batam sekitar pukul 10.20 WIB tergelincir di ujung landasan pacu Bandara Hang Nadim, Batam (10/3). Pesawat B737-400 ini juga sempat menunda pendaratan selama 20 menit dengan "go around" karena cuaca buruk. Namun, kemudian pilot memutuskan untuk mendaratkan pesawat. Meski 171 penumpangnya selamat dalam insiden serius itu, tak urung pesawat tersebut mengalami kerusakan cukup parah di roda pendaratan dan sayapnya. Menurut Jusman, jika AdamAir masuk ke kategori III, maka otomatis ijin operasinya (Air Operator Certificate/AOC) harus dicabut. "Target pemerintah hingga akhir tahun ini, semua maskapai berjadwal masuk kategori I," kata Jusman. Namun, saat didesak berapa lama AdamAir diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, Jusman hanya mengatakan "rincinya ada di Dirjen Udara". Yang jelas, tegasnya, tidak mungkin, pencabutan AOC secara langsung dan mendadak. Selain itu, kata Jusman, bagi AdamAir dan pihak terkait, insiden serius itu sangat disayangkan. "Semua orang menaruh perhatian kepada AdamAir," katanya. Jusman mengaku, sebenarnya dalam beberapa bulan terakhir, sudah ada tren perbaikan kinerja keselamatannya, namun tampaknya hal itu belum menjadi sistem. Ia menyatakan, pihaknya telah memerintahkan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk melakukan investigasi atas insiden serius itu. "Untuk kejadian semacam ini, KNKT mampu menyelesaikan, investigasinya selama 60 hari," katanya. Sasaran investigasi terutama difokuskan pada mengapa pilot mengambil keputusan untuk tetap mendarat dalam situasi cuaca buruk. "Saat hendak mendarat kedua, ada laporan jarak pandang masih di bawah 1000 meter. Ini sebenarnya tidak aman," katanya. Oleh karena itu, dalam situasi tersebut, "sang pilot diduga tidak `proper` (layak) dan saat mendarat, rodanya `kolaps`, mungkin karena `bouncing` (memantul) sebelumnya." Dalam situasi seperti itu, KNKT juga harus mengecek kapasitas bahan bakar pesawat yang tersedia. "Jangan-jangan memang tidak cukup, sehingga pilot memaksa untuk mendarat, bukan mencari bandara alternatif," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008