Jakarta, 11 Maret 2008 (ANTARA) - PT Antam Tbk (ASX - ATM; ID X -ANTM) mengumumkan laba bersih auditan tahun 2007 meningkat 230% menjadi Rp5,132 triliun dengan Laba Bersih per Saham Dasar (Earnings Per Share, EPS) sebesar Rp538,08. Pada tahun 2006, Antam mencatat laba bersih auditan sebesar Rp1,553 triliun dengan EPS sebesar Rp162,79 pada tahun 2006. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan kenaikan harga nikel dan emas serta adanya peningkatan volume penjualan bijih nikel dan feronikel. Marjin laba bersih Antam tercatat 43% . Direktur Utama Antam, Dedi Aditya Sumanagara mengatakan: "Kinerja tahun 2007 yang merupakan pencapaian tertinggi selama ini yang disebabkan ekspansi produksi yang signifikan serta kenaikan harga, telah menciptakan pondasi finansial yang solid dan kami telah siap untuk melakukan investasi untuk bertumbuh selanjutnya." Penjualan Nilai penjualan Antam pada tahun 2007 naik signifikan sebesar 113% menjadi Rp12,008 triliun dibandingkan Rp5,629 triliun pada tahun 2006. Peningkatan signifikan ini disebabkan kenaikan volume produksi dan penjualan komoditas feronikel, bijih nikel, dan emas, serta adanya kenaikan harga komoditas. Komoditas feronikel menyumbang 48% dari penjualan Antam, sementara kontribusi bijih nikel dan emas masing-masing sebesar 41% dan 9%. Kontribusi segmen nikel yang berjumlah Rp10,687 triliun adalah 89% pada tahun 2007, dibandingkan kontribusi segmen ini pada tahun 2006 sebesar 84%. Pendapatan dari segmen emas yang termasuk penjualan emas, perak serta jasa pengolahan dan pemurnian logam mulia berjumlah Rp1,171 triliun atau 10% dari total penjualan Antam. Pendapatan dari seluruh komoditas Antam menunjukkan peningkatan pada tahun 2007 kecuali komoditas bauksit. Feronikel Pada tahun 2007, nilai penjualan feronikel Antam naik 113% menjadi Rp5,793 triliun seiring dengan kenaikan volume penjualan sebesar 32% dan peningkatan harga jual sebesar 60%. Pada tahun 2007, volume penjualan feronikel tercatat 17,723 ton nikel dalam feronikel (TNi) dengan konsumen utama di Eropa, Korea dan Taiwan, yang masing-masing berkontribusi 52%, 28% dan 14% terhadap volume penjualan. Harga jual feronikel yang didasarkan pada harga internasional di London Metal Exchange, naik 60% menjadi US$16,16 per pon, atau US$35.627 per ton. Komoditas feronikel dijual berdasarkan CIF (cost, insurance & freight). Volume produksi feronikel Antam tercatat 18.532 TNi, termasuk 1.410 TNi yang diproduksi melalui kerjasama toll smelting dengan perusahaan di Eropa dan Jepang. Perbedaan volume penjualan dan produksi feronikel pada tahun 2007 disebabkan adanya kesulitan pengapalan seiring dengan peningkatan harga serta ketersediaan kapal, serta adanya penurunan permintaan di Eropa menyusul inventory destocking yang dilakukan produsen baja nirkarat pada pertengahan tahun 2007. Pada tahun 2007, Antam menggunakan 1.310.207 wmt of bijih nikel saprolit sebagai umpan bijih sehingga rasio penggunaan adalah 77 wmt bijih nikel untuk memproduksi 1 TNi feronikel. Pada tahun 2007 Antam menggunakan 325.781 wmt bijih nikel dari tambang nikel miliknya di Pomalaa dan Halmahera serta 984.426 wmt dari deposit PT Inco di Pomalaa Timur sebagai umpan bijih. Produksi feronikel tercatat 28% lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 meski terjadi shutdown di pabrik FeNi III pada bulan Juni 2007 menyusul adanya metal leak. Setelah dilakukan perbaikan parsial, Antam kembali mengoperasikan pabrik pada akhir bulan Agustus 2007. Untuk memastikan keselamatan kerja serta kestabilan tanur pabrik, Antam saat ini mengoperasikan pabrik di level 25 megawatts dari load maksimum 42 MW. Antam berencana untuk mengoperasikan pabrik pada load antara 36-38 MW atau 85%-90% kapasitas terpasang untuk memastikan operasi yang stabil untuk jangka panjang. Sekiranya Antam tetap mengoperasikan pabrik pada level 25 MW dan tanpa adanya toll smelting, Antam mengestimasikan produksi tahun 2008 akan mencapai 17.000 TNi. Bijih Nikel, Emas dan Bauksit Nilai penjualan bijih nikel naik 144% menjadi Rp4,894 triliun seiring dengan peningkatan volume penjualan menyusul kenaikan permintaan dari China dan kenaikan harga penjualan bijih nikel saprolit atau bijih kadar tinggi. Volume penjualan bijih nikel tercatat 6.907.3 6 7 wmt di mana sebagian besar merupakan bijih nikel saprolit kadar tinggi dan kadar rendah dan 51% diekspor ke China. Antam pada awalnya menargetkan volume penjualan antara 5,5 to 5,8 juta wmt pada tahun 2007, namun karena permintaan yang besar dari produsen pig iron China, ekspor bijih nikel melebihi perkiraan awal. Bijih nikel Antam diekspor ke Jepang, Eropa Timur dan China dengan bijih nikel yang memiliki kadar tinggi diekspor ke Jepang dan Eropa Timur, dan kadar yang lebih rendah ke China. Perusahaan pig iron China menggunakan bijih nikel yang berkadar lebih rendah sebagai umpan bijih blast furnace untuk memproduksi nickel contained in pig iron yang dijual ke produsen baja nirkarat di domestik China. Bagi Antam penjualan bijih nikel saprolit kadar rendah merupakan upaya konservasi cadangan karena Antam menggunakan bijih nikel kadar tinggi untuk umpan bijih pabrik feronikel. Jepang berkontribusi 33% dari penjualan bijih nikel saprolit, produsen baja nirkarat Eropa Timur berkontribusi 18 % dari penjualan bijih nikel saprolit dan sisanya diekspor ke China. Harga jual saprolit yang dijual FOB (free on board) naik 49% menjadi US$82,43 per wmt. Harga jual bijih nikel ditentukan berdasarkan harga di LME, kadar, moisture content dan recovery rate tertentu. Nilai penjualan emas naik 72% menjadi Rp1,034 triliun seiring dengan peningkatan volume penjualan dan harga jual. Meski volume produksi emas turun 3% menjadi 2.791 kg (89.733 troy oz), volume penjualan emas naik 50% menjadi 5.000 kg (160.754 troy oz) seiring dengan kegiatan jual beli yang dilakukan mulai bulan Maret 2007. Kegiatan ini dilakukan oleh unit pengolahan dan pemurnian Logam Mulia yang juga melakukan pemurnian dan penjualan emas dan perak milik Antam dan perusahaan lain. Pada tahun 2007, 44% dari volume penjualan berasal dari emas yang dibeli dari pihak ketiga seperti outlet retail dan individual, serta dari tambang emas Cikotok yang dioperasikan anak perusahaan Antam, PT Antam Resourcindo. Pada tahun 2007, harga emas tercatat naik 15% menjadi US$702,63 per troy ounce. Harga emas didasarkan pada harga internasional London Bullion Market Association. Nilai penjualan perak yang merupakan by-product emas, naik 47% menjadi Rp108 miliar, seiring dengan kenaikan volume penjualan sebesar 28% menjadi 26.949 kg (866.430 troy oz) dan produksi sebesar 24.126 kg (775.669 troy oz). Harga jual perak tercatat naik 15% menjadi US$13,64 per troy ounce. Antam mengestimasikan produksi emas tahun 2008 mencapai 2.980 kg (95.809 troy oz) dengan produksi perak sebesar 20.703 kg (665.617 troy oz). Selain melakukan penjualan emas dari perak, Logam Mulia juga menyediakan jasa pemurnian bagi pihak ketiga. Jasa ini menghasilkan pendapatan sebesar Rp29 miliar, naik 60% dibandingkan tahun 2006. Nilai penjualan bauksit turun 32% menjadi Rp130 miliar seiring dengan penurunan volume penjualan sebesar 37% menjadi 975.009 wmt. Penurunan volume penjualan disebabkan penurunan permintaan bauksit Antam yang memiliki kadar silika lebih tinggi sehingga kualitasnya lebih rendah. Penurunan nilai penjualan bauksit meskipun terdapat kenaikan harga jual sebesar 7% menjadi US$14,58 per wmt. Komoditas bauksit Antam dijual FOB (free on board). Mirip dengan tahun-tahun sebelumnya, pasar ekspor masih menjadi pasar utama komoditas Antam, dengan kontribusi 97% dari nilai penjualan. Pendapatan domestik Antam berasal dari komoditas emas (sekitar seperempat dari pendapatan emas berasal dari pasar domestik) dan jasa pemurnian logam mulia. Konsumen feronikel Antam umumnya adalah produsen baja nirkarat dari Eropa seperti Thyssen Krupp Nirosta, Outokumpu, AvestaPolarit dan Arcelor. Sementara konsumen dari Asia Utara seperti Nisshin Steel, Nippon Yakin Kogyo and Yieh United. Ekspor emas Antam ditujukan ke Standard Bank London di Singapura. Penjualan feronikel ke Eropa, yang ditangani Avarus AG, berkontribusi terbesar terhadap penjualan Antam, yakni sebesar 29%. Konsumen terbesar kedua adalah produsen baja nirkarat terkemuka dari Korea Selatan, Posco, dengan kontribusi sebesar Rp1,438 triliun terhadap total penjualan Antam. Yieh United dari Taiwan merupakan konsumen terbesar selanjutnya dengan kontribusi sebesar Rp1,155 triliun atau 10% dari total penjualan Antam. Harga Pokok Penjualan Harga Pokok Penjualan Antam naik 66% menjadi Rp4,795 triliun sejalan dengan naiknya volume produksi serta biaya produksi. Sementara itu, biaya produksi Antam yang merupakan harga pokok penjualan sebelum penyesuaian persediaan naik 65% menjadi Rp5,171 triliun. Sekitar 74% dari total biaya produksi Antam terdiri dari lima biaya produksi terbesar yaitu pemakaian bahan, jasa penambangan bijih, bahan bakar, biaya karyawan dan penyusutan. Pemakaian Bahan Pemakaian bahan merupakan biaya produksi terbesar dan merupakan 27% dari keseluruhan biaya produksi Antam. Pemakaian bahan naik 126% menjadi Rp1,379 triliun terutama disebabkan oleh meningkatnya volume produksi feronikel serta naiknya harga pembelian bijih nikel dari Inco yang merupakan bahan baku untuk sebagian besar produksi feronikel Antam. Berdasarkan perjanjian tahun 2003, Antam membeli 1.000.000 wmt bijih saprolit (+/- 10%) dari deposit tambang Inco di Pomalaa Timur dengan menggunakan harga yang dikaitkan dengan harga spot internasional. Sejalan dengan naiknya harga nikel secara tajam, harga pembelian bijih saprolit dari Inco pun juga menjadi mahal. Namun demikian, Antam akan tetap membeli bijih saprolit dari Inco berhubung Antam dapat menghemat cadangan bijih kadar tinggi nya untuk pemanfaatan di masa depan. Di samping itu, Antam dapat mengalihkan sumber daya penamban gannya untuk meningkatkan produksi bijih kadar rendah (bijih yang tidak dapat digunakan oleh Antam untuk memproduksi feronikelnya sendiri) dan mengekspor bijih kadar rendah tersebut kepada para produsen nickel contained in pig iron di Cina. Volume pemakaian dan harga bahan baku lainnya seperti batu bara dan antrasit juga meningkat. Pemakaian batubara naik 24% menjadi sekitar 105.000 ton sedangkan harganya naik 10% menjadi Rp559.000 per ton. Sedangkan pemakaian antrasit naik 49% menjadi 12.352 ton sedangkan harganya naik 7% menjadi Rp1,26 juta per ton. Biaya pemakaian bahan untuk segmen nikel adalah komponen terbesar dan merupakan 58% dari keseluruhan biaya pemakaian bahan. Sementara biaya pemakaian bahan untuk produksi emas adalah komponen kedua terbesar dan merupakan 41% dari total biaya pemakaian bahan. Biaya Penambangan Bijih Biaya penambangan bijih naik 81% menjadi Rp863 miliar sejalan dengan meningkatnya produksi bijih nikel Antam. Naiknya biaya penambangan bijih tersebut juga terkait dengan meningkatnya biaya produksi, misalnya bahan bakar, bagi kontraktor penambangan Antam. Biaya penambangan bijih di tahun 2007 adalah komponen kedua terbesar dan merupakan 17% dari keseluruhan biaya produksi. Di tahun 2006 biaya penambangan bijih menempati peringkat ketiga dan menyumbang 15% dari total biaya produksi. Antam menggunakan kontraktor pihak ketiga maupun kontraktor yang mempunyai hubungan istimewa untuk jasa penambangan bijih. Namun terms and conditions dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut tetap berdasarkan harga pasar dan sebanding dengan terms and conditions dengan kontraktor pihak ketiga. Komponen terbesar dari biaya penambangan bijih adalah dari penambangan bijih nikel yang merupakan 90% dari keseluruhan biaya penambangan bijih. Sedangkan biaya penambangan bijih bauksit dan emas menempati peringkat kedua dan ketiga dan masing-masing merupakan 9% dan 1% dari keseluruhan biaya penambangan bijih. Biaya penambangan bijih seharusnya menjadi lebih tinggi bila Antam tidak membeli sebagian keperluan bijih nikelnya dari Inco. Bahan Bakar Biaya bahan bakar naik 23% menjadi Rp636 miliar sejalan dengan meningkatnya produksi feronikel yang naik 28% menjadi 18.532 ton dan juga seiring dengan naiknya harga minyak dunia. Biaya bahan bakar adalah biaya produksi terbesar ketiga - turun dari peringkat kedua terbesar di tahun 2006 - dan merupakan 12% dari total biaya produksi Antam. Bertukarnya posisi peringkat antara biaya bahan bakar dan biaya penambangan bijih ini dikarenakan tingkat pertumbuhan produksi bijih nikel yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan produksi feronikel. Sekitar 98% dari keseluruhan biaya bahan bakar Antam berasal dari pabrik feronikel Antam di Pomalaa. Untuk memproduksi 1 ton nikel dalam feronikel dibutuhkan kira-kira 10.000 liter bahan bakar. Sejak tahun 2005 Antam telah menukar bahan bakar utama dieselnya dari IDO yang lebih mahal dengan MFO yang lebih murah. Di tahun 2007, Antam mengkonsumsi sekitar 20.000 liter IDO dan sekitar 136.000 liter MFO. Dengan demikian konsumsi IDO menjadi kurang dari 13% dari keseluruhan konsumsi bahan bakar diesel di tahun 2007. Untuk lebih menurunkan biaya bahan bakar, yang merupakan strategi utama untuk menurunkan biaya produksi secara umum, Antam berencana untuk mengkonversi sumber energinya ke alternatif-alternatif bahan bakar yang lebih murah seperti batu-bara, hydro atau gas alam. (bersambung ke hal II)

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2008