Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi Partai Golkar di MPR RI, Hajriyanto Y Thohari, di Jakarta, Senin, mengatakan kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Iran mulai tanggal 10 Maret 2008 memiliki makna simbolik yang sangat dalam. "Pasalnya, kunjungan ini dilakukan setelah Indonesia mengambil posisi abstain dalam voting sidang Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ketika memutuskan Resolusi Baru (untuk ketiga kalinya) berisi sanksi tambahan kepada Iran berkenaan dengan Program Nuklir (Damai) Iran," ungkapnya kepada ANTARA News, merespons perjalanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke beberapa negara, mulai hari ini ke Iran dan berakhir di Afrika Selatan, Minggu (16/3) depan. Dalam konteks di DK PBB itu, menurutnya, Republik Indonesia telah menunjukkan kepada Iran dan dunia internasional akan kemandirian serta independensi sebagai sebuah negara muslim terbesar di dunia. "Dengan keberanian mengambil posisi abstain tersebut, berarti Pemerintahan Presiden Yudhoyono juga telah mengambil posisi politik yang paralel dengan aspirasi rakyat Indonesia," tambah anggota legislatif yang juga bertugas di Komisi I DPR RI ini. Bagi Hajriyanto Thohari, makna simbolik ini penting bukan hanya akan meningkatkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional, melainkan juga posisinya di mata bangsa Iran. "Iran harus menghargai dan menghormati Indonesia, dan karena itu harus mendengar nasehat-nasehat Indonesia berkenaan dengan isu nuklir tersebut," tandasnya. Sikap Indonesia, demikian Hajriyanto Thohari, sudah jelas. "Yakni, mendukung program nuklir Iran untuk tujuan damai, bukan untuk tujuan pembuatan senjata perang. Dan Indonesia meyakini, rekomendasi yang merupakan kesimpulan Badan Atom Internasional (IAEA) yang dikeluarkan bulan Februari 2008 yang lalu sebagai cukup sahih dan otoritatif," paparnya. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, IAEA berkesimpulan program nuklir Iran jauh dari untuk kepentingan produksi senjata pemusnah seperti yang sering dituduhkan negara-negara Barat tertentu. "Ini makna yang pertama dari kunjungan tersebut. Sedangkan yang kedua, ialah, kunjungan kenegaraan ini menjadi bermakna, jika berhasil mempererat hubungan kerjasama yang konkret antara Indonesia dan Iran, terutama di bidang ekonomi," katanya mengharapkan. Kedua negara kebetulan sama-sama anggota D-8 yang memiliki tantangan berat di bidang ekonomi. "Indonesia sedang membutuhkan investasi asing yang besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi dalam rangka mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Iran menghadapi persoalan ekonomi, karena sanksi PBB yang ke depan akan semakin diterapkan terutama oleh negara-negara Barat dan sekutunya," ujarnya. Karena itu, Iran seyogyanya memanfaatkan peluang kerja sama perdagangan dan ekonomi dengan Indonesia yang telah menunjukkan solidaritas tinggi kepada Iran. "`Friend in deed is a friend in need`. Teman yang sejati adalah teman yang hadir pada saat dibutuhkan! Dan Indonesia bersama Iran harus mulai merealisasikan kerjasama ekonomi yang sampai saat ini cuma berhenti di atas kertas," ungkapnya. Menang, lanjutnya, telah ada beberapa `Memorandum of Understanding` (MoU) yang dibuat dan ditandatangani antara kedua belah pihak. "Tetapi, realisasinya masih nol besar! Iran seyogyanya membantu pembangunan ekonomi Indonesia dalam kerangka simbiosis mutualisma (saling menguntungkan), demi mewujudkan kesejahteraan rakyat," tegasnya. Harus diingat, tambahnya, sikap Indonesia untuk abstain di DK PBB bukanlah sikap emosional. "Melainkan merupakan sikap yang sejati dan otentik berdasarkan politik bebas aktif sesuai dengan amanat konstitusi. Tetapi sikap itu juga bukannya tanpa resiko yang karenanya tidak mudah untuk diambil," tandasnya. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, demikian Hajriyanto Thohari, Indonesia telah mengambil resiko untuk memutuskan sikap abstain, yang sebetulnya berarti pula menolak adanya sanksi PBB terhadap Iran. "Dalam hal ini, Indonesia tidak meminta imbalan, tetapi sebuah pengakuan dari Iran adalah penting," ujarnya. Pada akhirnya, menurutnya, kunjungan kenegaraan yang memiliki makna simbolik ini harus diaktualisasikan menjadi bermakna secara konkret serta riil. "Utamanya di bidang ekonomi. Indonesia bisa membantu Iran, dan Iran juga bisa membantu Indonesia. Jika hal ini bisa diwujudkan, maka kunjungan kenegaraan Presiden RI ini akan menjadi bermakna sungguhan," harap Hajriyanto Thohari.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008