Oleh Rahmad Nasution Brisbane (ANTARA News) - Peringatan setahun kecelakaan pesawat Boeing 737-400 Garuda Indonesia di Yogyakarta yang menewaskan 21 orang, termasuk lima warga Australia, hari Jumat (7/3) ditandai dengan "pengikat hati" Australia dengan Indonesia. Tali "pengikat hati" kedua bangsa itu diwujudkan oleh Suratkabar "Sydney Morning Herald" (SMH) dan "Australian Financial Review" (AFR) dengan meluncurkan program beasiswa bagi dua jurnalis Indonesia untuk menimba ilmu dan pengalaman liputan di Australia. Program beasiswa senilai 5.000 dolar Australia per orang yang diluncurkan Redaktur SMH, Alan Oakley, Redaktur AFR, Glenn Burge, dan CEO Fairfax Media, David Kirk itu merupakan bentuk penghormatan kepada komitmen profesional para wartawan mereka yang ikut menjadi korban dalam tragedi di Bandar Udara Adisucipto setahun lalu. Wartawati SMH, Cynthia Banham, selamat namun menderita luka bakar serius, sedangkan wartawan AFR, Morgan Mellish, tewas bersama empat warga Australia lainnya dalam kecelakaan 7 Maret 2007 pagi itu. Kedua jurnalis ini terbang bersama tujuh warga Australia lainnya ke Yogyakarta dengan pesawat yang diterbangkan pilot Marwoto Komar untuk meliput kunjungan (mantan) Menteri Luar Negeri Alexander Downer ke kota pelajar itu. Selain Morgan Mellish, empat warga Australia lain yang tewas dalam kecelakaan Garuda yang membawa 133 orang penumpang itu adalah Konselor Urusan Umum yang juga Juru Bicara Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Elizabeth O`Neill, Pimpinan Badan Pembangunan Internasional Australia (AusAID), Allison Sudradjat, Brice Steel (anggota Polisi Federal Australia), dan Mark Scott (ketua tim `engagement regional`). Alan Oakley, Glenn Burge, dan David Kirk dalam pernyataannya di SMH berharap program beasiswa itu akan membangun kerja sama kedua suratkabar mereka dengan Indonesia dan dapat memberikan manfaat bagi para jurnalis kedua negara. Program beasiswa itu juga merupakan wujud penghormatan kepada para wartawan mereka yang telah menghasilkan peliputan-peliputan bagus dari Indonesia. Dalam konteks penguatan hubungan kedua negara di tingkat rakyat, inisiatif SMH dan AFR ini merupakan sesuatu yang baru karena program beasiswa bagi para jurnalis Indonesia selama ini umumnya datang dari pemerintah federal. Pada Juni 2007 lalu, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia juga meluncurkan sebuah program beasiswa yang disebut "Elizabeth O`Neill Journalism Award" untuk mengenang jasa diplomat muda ini bagi penguatan hubungan Australia-Indonesia. Berbeda dengan program beasiswa Sydney Morning Herald dan Australian Financial Review, beasiswa DFAT itu diberikan masing-masing kepada seorang jurnalis Indonesia dan seorang jurnalis Australia. Jurnalis pertama Indonesia yang menerima beasiswa Elizabeth O`Neill ini adalah reporter Metro TV, Meutia Hafid. DFAT juga meluncurkan "the Allison Sudradjat Awards" untuk mengenang jasa dan komitmen pimpinan AusAID di Indonesia yang juga bersuamikan orang Indonesia ini. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, mengatakan, program beasiswa yang mengusung nama Elizabeth dan Allison itu merupakan bentuk pengakuan pemerintahnya pada kontribusi dan tugas profesional mereka yang besar bagi penguatan hubungan kedua negara. "Allison and Liz (Elizabeth-red) adalah dua orang yang sangat spesial, dicintai dan dikagumi para keluarga, sahabat, dan sejawat mereka," kata Farmer saat mengumumkan program beasiswa itu 5 Juni 2007 lalu. Sebagai diplomat, keduanya telah mendedikasikan kerja profesional mereka yang tiada henti untuk memperkuat persahabatan Australia-Indonesia melalui penugasan mereka di Kedubes Australia di Jakarta. Bagi kalangan wartawan peliput kegiatan Kedubes Australia di Jakarta, Elizabeth O`Neill merupakan sosok diplomat yang ramah dan bersahaja, sedangkan bagi para alumni Australia, Allison Sudradjat adalah sosok yang sangat "dekat di hati". Dubes Farmer mencatat program beasiswa "Australian Leadership Awards" (ALA) yang diluncurkan di Indonesia pada 2006 sebagai salah satu dari sekian banyak "warisan" penting Allison bagi Indonesia. Program beasiswa ALA itu telah membantu mewujudkan impian banyak orang Indonesia yang berprestasi mendapat pendidikan lanjutan ke tingkat magister dan doktoral di berbagai universitas papan atas Australia. Warisan penting Allison lainnya adalah program pembangunan kembali Aceh pasca bencana tsunami 26 Desember 2004. Kenangan warga Aceh kepada Allison, ibu empat orang anak dari pernikahannya dengan orang Indonesia ini, dapat dilihat pada saat Dubes Farmer meresmikan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Merduati Banda Aceh pada 15 Maret 2007. Saat itu, lantunan doa dan bait-bait puisi dibacakan murid-murid MIN Merduati pada acara yang dihadiri ratusan orang murid, guru dan pejabat Pemda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu. Di mata Perdana Menteri Kevin Rudd, kelima warga negaranya yang tewas dalam kecelakaan pesawat Garuda di Yogyakarta setahun lalu itu adalah "orang-orang Australia yang penuh gairah". Mereka telah berpulang ke pangkuan Tuhan saat memenuhi panggilan tugas namun komitmen dan kerja keras profesional seperti yang telah mereka tunjukkan untuk membantu terbangunnya hubungan Australia-Indonesia yang semakin dewasa tidak akan pernah surut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008