Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan hingga saat ini ketentuan mengenai labelisasi harga eceran tertinggi dan nama generik pada kemasan obat belum sepenuhnya ditaati oleh produsen obat.
"Labelisasi sampai sekarang belum berjalan, belum semua obat yang beredar memuat label harga dan nama generik obat," katanya saat membuka pertemuan nasional Serikat Rakyat Miskin Kota di Jakarta, Senin.
Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Marius Widjajarta pun mengatakan hingga saat ini masih banyak produsen obat yang belum menjalankan ketentuan tersebut.
Padahal ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 068/Menkes/SK/II/2006 tentang labelisasi nama generik obat dan Kepmenkes Nomor 069/Menkes/SK/II/2006 tentang labelisasi harga eceran tertinggi obat pada kemasan produk farmasi itu sudah efektif diberlakukan sejak akhir 2006.
"Pencantuman label nama generik memang sudah dilakukan sebagian produsen tapi untuk label harga masih sedikit, baru sekitar dua persen yang sudah melakukan," katanya.
Hal itu, menurut Marius sangat merugikan konsumen obat karena dengan demikian konsumen obat tidak bisa mendapatkan informasi yang jelas, lengkap dan jujur tentang produk obat yang mereka konsumsi dan beresiko mengkonsumsi obat secara tidak rasional.
"Sebenarnya ini bisa diadukan karena merupakan tindak pidana yakni pelanggaran terhadap undang-undang perlindungan konsumen, ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp2 miliar," katanya.
Namun, ia melanjutkan, karena sebagian besar konsumen obat di tanah air belum mengetahui hak-hak mereka maka pengaduan dan gugatan terhadap produsen obat yang tidak menjalankan ketentuan tersebut selama ini belum pernah dilakukan.
Pemerintah pun hingga kini belum pernah memberikan sanksi tegas kepada produsen farmasi yang terbukti tidak menjalankan ketentuan yang ditujukan untuk melindungi konsumen obat tersebut.
"Kita sudah pernah menyampaikan hasil survei tentang pelaksanaan ketentuan labelisasi obat kepada Badan POM tapi sepertinya belum ditindaklanjuti," katanya.
Sementara itu secara terpisah Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Anthony CH Sunarjo mengatakan saat ini sebagian besar anggotanya sudah menerapkan ketentuan tersebut.
"Tapi memang belum semuanya karena itu memang harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa sekaligus," katanya serta menambahkan proses penggantian desain kemasan obat memerlukan waktu lama.
Ia menjelaskan, supaya bisa menjalankan ketentuan itu tanpa harus menanggung banyak kerugian perusahaan farmasi harus lebih dulu menghabiskan stok obat dengan kemasan lama yang ada di pabrik maupun yang sudah beredar di pasaran.
"Untuk itu kami butuh waktu antara 12 bulan hingga 18 bulan," katanya.
Selain itu, ia melanjutkan, perusahaan farmasi juga harus terlebih dulu menghabiskan stok kemasan dengan desain yang lama dan untuk itu paling tidak butuh waktu antara tiga bulan hingga enam bulan.
Namun demikian, menurut Anthony, pihaknya tetap berkomitmen untuk menjalankan ketentuan pemerintah tersebut.
"Kami sudah minta pada anggota GP Farmasi supaya produk yang dikeluarkan per 1 Januari 2008 sudah berlabel harga dan nama generik sesuai ketentuan," demikian Anthony CH Sunarjo.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008