Kuala Lumpur (ANTARA News) - Mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad Minggu mengatakan penggantinya PM Abdullah Ahmad Badawi telah "menghancurkan" koalisi yang berkuasa setelah pemilihan akhir pekan ini yang membawa bencana. Mahathir, yang memimpin Organisasi Melayu Nasional Bersatu (UMNO) yang memimpin koalisi Barisan Nasional (BN) selama 22 tahun sebelum mundur pada 2003, menyerang setelah penampilan terburuknya (koalisi) itu dalam sejarah. "Menurut pendapat saya ia telah menghancurkan UMNO, menghancurkan BN dan ia bertanggungjawab atas ini," kata Mahathir pada wartawan seperti dikutip AFP. Ia menganjurkan Abdullah sebaiknya mundur, dan mengatakan ia telah membuat kesalahan dalam memilihnya sebagai perdana menteri. "Saya pikir ia harus bertanggungjawab atas ini. Ia harus menerima 100 persen tanggungjawab," katanya. "Saya minta maaf tapi saya tampaknya telah membuat pilihan yang salah." Mahathir sebelumnya mengatakan ia tidak pernah menginginkan Abdullah untuk menjabat lebih dari satu kali masa jabatan, dan bahwa ia seharusnya memilih wakil perdana menteri Najib Razak yang berpengaruh. Barisan Nasional telah menderita hasil terburuknya dalam pemilihan Sabtu, kehilangan mayoritas dua pertiganya di parlemen untuk pertama kali sejak 1969 dan menyerahkan empat negara bagian lagi pada partai oposisi yang bangkit kembali. Abdullah dihukum karena kejahatan dan inflasi yang meningkat dalam pemilihan yang juga diwarnai oleh ketegangan rasial yang meningkat antara mayoritas Muslim Melayu dan etnik minoritas Cina dan India. "Saya kira rakyat pasti sangat marah, semua ras, Cina, Melayu dan India," kata Mahathir. "Masalahnya adalah kita (pemerintah) telah menjadi sangat arogan. Kita telah menindas setiap pendapat yang tidak kita sukai dan mereka mulai meyakini laporan mereka sendiri yang sebenarnya tidak konsisten dengan apa yang terjadi di negara ini." Abdullah adalah pengganti yang dicomot Mahathir ketika ia mundur, tapi setelah pemimpin baru itu membuang beberapa dari sejumlah proyek kesayangannya, ia mulai melancarkan tuduhan salah urus ekonomi, nepotisme dan korupsi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008