Kami harus kuorum untuk menentukan putusan nasib penyelenggara pemilu, ujarnya
Denpasar (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar persidangan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan lima komisioner KPU Buleleng dan Sekretaris KPU Buleleng terkait keterlambatan distribusi logistik di daerah itu pada saat Pemilu 2019.
"Setelah sidang ini, hasilnya kami bawa ke Jakarta untuk dilakukan pleno bersama dengan Majelis DKPP lainnya," kata anggota DKPP Rahmad Bagja usai menyidangkan para komisioner dan sekretaris KPU Buleleng, di Kantor Bawaslu Bali, di Denpasar, Selasa.
Dalam sidang DKPP itu, Rahmad selaku ketua majelis persidangan didampingi tiga orang Tim Pemeriksa Daerah DKPP, yakni Ketut Udi Prayudi, Anak Agung Gede Raka Nakula dan Ketut Rudia.
"Sebelum mengambil putusan, kami juga akan mendengarkan kesimpulan dari Tim Pemeriksa Daerah, hasilnya seperti apa dan rekomendasinya seperti apa," ujarnya.
Baca juga: Dilaporkan Bawaslu, KPU Buton Tengah diperiksa DKPP
Rahmad menambahkan, untuk penyampaian kesimpulan dari Tim Pemeriksa Daerah dijadwalkan dua hari setelah persidangan hari ini, sedangkan untuk pleno DKPP masih menyesuaikan dengan jadwal dari para anggota DKPP lainnya.
"Kami harus kuorum untuk menentukan putusan nasib penyelenggara pemilu," ujarnya.
Yang jelas untuk penyampaian putusan di DKPP, Bawaslu Buleleng selaku pihak pengadu dan pihak teradu (lima komisioner KPU Buleleng dan sekretaris KPU Buleleng) akan dipanggil kedua-duanya di Jakarta.
Belajar dari kasus keterlambatan logistik di Kabupaten Buleleng, Bali, ini, Rahmad mengharapkan dalam pelaksanaan pemilu-pemilu ke depan perlu koordinasi yang lebih baik terkait penyiapan logistik.
Demikian juga mengenai keputusan daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) karena selalu menjadi permasalahan dari pemilu ke pemilu.
Baca juga: Bawaslu laporkan KPU Payakumbuh ke DKPP
Seperti diberitakan sebelumnya, distribusi logistik di Kabupaten Buleleng pada Pemilu 2019 mengalami keterlambatan. Akibatnya sejumlah TPS kekurangan jumlah logistik, mulai dari kekurangan tinta, kekurangan bilik suara, hingga tidak ada formulir C1 plano untuk rekapitulasi suara.
Selain itu keterlambatan distribusi itu juga berdampak pada keterlambatan proses pemungutan dan penghitungan suara. Seperti yang terjadi di TPS 22, 23, dan 24 Banyuning, Kabupaten Buleleng.
Buntut keterlambatan itu, Bawaslu Buleleng juga telah meminta klarifikasi pada komisioner KPU Buleleng. Mulai dari Ketua KPU Komang Dudhi Udiyana, dan para anggota seperti Nyoman Gede Cakra Budaya, Gede Sutrawan, Gede Bandem Samudra, dan Made Sumertana. Bawaslu Buleleng juga sempat meminta klarifikasi Sekretaris KPU Buleleng I Putu Aswina.
Baca juga: DKPP gelar sidang dugaan pelanggaran kode etik Bawaslu Surabaya
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019