Jakarta (ANTARA News) - Sekumpulan mantan aktivis 1998 menyatakan gerah dengan kondisi negara yang saat ini mereka nilai sama sekali belum mencerminkan cita-cita reformasi. Mantan Ketua Forum Senat Mahasiswa, Sarbini, di Jakarta, Jumat mengatakan, pihaknya menilai Pemerintah saat ini masih bertumpu pada kekuatan ekonomi dan politik orde baru serta belum mengutamakan kepentingan rakyat. "Harga-harga melambung tinggi, untuk minyak tanah pun harus antre, seperti tahun 1966. Sementara, elite politik sibuk mengurusi kepentingannya sendiri," katanya. Sarbini yang berbicara pada acara diskusi peringatan sepuluh tahun Forum Kota (Forkot) di Hotel Ambhara, Jakarta, itu mengaku banyak elite politik yang menggunakan reformasi sebagai "tunggangan" politik mereka. "Saat itu mahasiswa menang secara moral, tetapi kalah secara politik," ujarnya. Dengan kondisi negara yang tidak semakin baik setelah peristiwa reformasi 1998, Sarbini tidak menampik jika ada beberapa kalangan yang menyalahkan tindakan para aktivis 1998 yang menuntut mundurnya Soeharto. "Saya sering mendengar omongan seperti itu. Tetapi, kami, aktivis 1998, tidak menyesal dengan apa yang kami lakukan dan merasa telah melakukan perbuatan yang tepat," katanya. Yang patut disalahkan, menurut Sarbini, adalah para elite politik yang "membajak" proses reformasi dan kini menikmati hasil perjuangan mahasiswa melalui posisi di legislatif. Untuk itu, lanjut dia, setelah sepuluh tahun reformasi, para mantan aktivis 1998 kembali berkonsolidasi dan berjanji untuk kembali "turun" menuntaskan reformasi. Sekretaris Jenderal Perkumpulan nasional aktivis 1998 (Pena 98) yang merupakan pendiri Forkot Adian Napitulu mengatakan, peringatan sepuluh tahun Forkot sengaja digelar untuk mengumpulkan kembali dan mengkonsolidasi para aktivis 1998. Menurut dia, jaringan Pena 1998 kini tidak hanya terdiri atas mahasiswa dan mantan aktivis, namun juga jaringan rakyat miskin kota yang tersebar di beberapa daerah. Adian membantah jika "kebangkitan" kembali Forkot setelah sepuluh tahun karena ada pihak lain yang menjadi sponsor untuk kepentingan Pemilu 2009. "Kami hanya sekadar berkonsolidasi. Selama ini kami sudah memulai aksi dengan berbagai tema seperti naiknya harga BBM dan lain-lain," ujarnya. Adian menambahkan mantan aktivis 1998 masih berutang kepada rakyat untuk menyelesaikan proses reformasi yang sudah banyak menelan korban nyawa mahasiswa serta korban kerusuhan Mei 1998. Melihat kondisi negara saat ini yang sama sekali tidak membaik setelah reformasi, Adian mengatakan para mantan aktivis 1998 telah memutuskan untuk kembali unjuk gigi memprotes pemerintah. Bahkan, ia berjanji dalam waktu enam hingga delapan bulan sejak sekarang, Pena 1998 akan menggelar aksi besar-besaran yang ia sebut sebagai peristiwa besar. "Tunggu saja, dalam waktu enam hingga delapan bulan sampai sekarang, akan ada peristiwa besar. Peristiwa apa itu? Tunggu saja, biar para ahli sejarah dan ahli bahasa yang merumuskannya," katanya. Peringatan sepuluh tahun Forkot dihadiri oleh para mantan aktivis dari beberapa generasi, seperti Hariadi Darmawan dan Adil Lubis dari angkatan 1966, Bram Zakir dan Yudiheri Gustam dari pelaku peristiwa Malari pada 1974, dan aktivis tahun `80-an Fadjroel Rachman. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008