Denpasar (ANTARA News) - Pulau Bali mengalami gelap gulita saat umat Hindu menunaikan tapa brata penyepian menyambut tahun baru Saka 1930, Jumat malam. Salah satu dari empat pantangan yang dilakukan Umat Hindu pada malam peralihan tahun dari tahun saka 1929 ke 1930 menyangkut amati geni, yakni tidak menyalakan api maupun lampu penerangan. Suasana gelap gulita terjadi di mana-mana dan masyarakat sejak pagi hari "mengurung" diri dalam rumah masing-masing. Pada malam kegelapan itu petugas keamanan desa adat (pecalang) terus melakukan pemantauan di wilayah desa pekraman masing-masing. Bali pada malam Hari Raya Nyepi menjadi gelap gulita, karena seluruh penerangan listrik di jalan, rumah-rumah milik sekitar 700.000 konsumen PLN maupun perkantoran dipadamkan. Sementara semua hotel yang tersebar di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua dan pusat-pusat kawasan wisata lainnya di Bali sedapat mungkin juga tidak menyalakan listrik, jika dalam kondisi terpaksa sinarnya tidak sampai menembus jendela atau celah hingga memancar ke luar. Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyian yang nyaris menjadikan pulau Seribu Pura itu bagaikan "pulau mati tanpa penghuni". Kondisi demikian menambah kekhusukan umat Hindu melaksanakan "Catur Tapa Brata Penyepian". Amati geni (tidak menyalakan api atau listrik) menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Propinsi Bali Drs I Gusti Ngurah Sudiana, pada hakekatnya merupakan tuntunan untuk mengheningkan pikiran dengan mengendalikan api nafsu indria (keserakahan). Umat Hindu wajib mematuhinya, dan umat lain diimbau dapat melakukan hal yang yang sama, namun kalau toh harus menyalakan lampu diharapkan tidak mencolok, yakni sinarnya tidak sampai menyorot ke luar rumah. PT PLN Distribusi Bali menurut humasnya I Wayan Redika pada hari suci Nyepi itu sebagian pusat pembangkit listrik dipadamkan dan pengoperasian mesin-mesin disesuaikan dengan kebutuhan, khususnya untuk memenuhi penerangan instansi vital seperti rumah sakit. Pemadaman sebagian pusat pembangkit listrik sebagai upaya penghematan. Kebutuhan beban puncak pada hari-hari biasa mencapai 440 MW pada malam peralihan tahun baru Saka menurun lebih dari 60 persen. "Jika kebutuhan listrik hanya 200 MW cukup mengoperasikan PLTG Gilimanuk dan kabel interkoneksi Jawa-Bali dan tiga pusat pembangkit lainnya sengaja tidak dioperasikan," ujar Redika. Hari Raya Nyepi yang jatuh setiap 420 hari sekali, selain tidak menyalakan lampu juga tidak melakukan kegiatan apapun (amati karya), tidak bepergian (amati lelungaan) serta tidak mengumbar hawa nafsu atau bersenang-senang (amati lelanguan) selama 24 jam. Wisatawan mancanegara maupun nusantara yang sedang menikmati liburan pada hari yang diistimewakan umat Hindu itu juga harus ikut membatasi gerak, yakni hanya boleh melakukan aktifitas dalam lingkungan hotel tempatnya menginap. Acara makan malam bagi tamu yang menginap di hotel dimajukan jadwalnya, sehingga tidak mengalami kesulitan di tengah kegelapan. Wisman umumnya selama ini tidak ada yang mengeluh, akibat tidak diizinkan menyalakan lampu, karena jauh sebelumnya sudah diinformasikan oleh pihak hotel. Mereka umumnya justru merasa senang karena dapat menikmati keunikan yang tidak dapat mereka peroleh di tempat lain. Pihak hotel sama sekali tidak memperoleh dispensasi untuk menyalakan lampu penerangan, maupun menggunakan kendaraan bermotor saat Hari Raya Nyepi. Hal itu sudah diantisipasi jauh sebelumnya dengan desa adat setempat, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jika dalam kondisi terpaksa pelancong harus menyalakan lampu penerangan. Meskipun tidak ada keistimewaan bagi pelancong, justru cukup banyak wisatawan mancanegara yang ingin menikmati suasana nyepi di Pulau Dewata. Mereka tiba di Bali beberapa hari sebelum Bandara Ngurah Rai ditutup sementara, sehingga tingkat hunian hotel di Badung, yang menjadi pusat pengembangan pariwisata Bali tergolong cukup baik, ujar Farida Suwarko, bagian pemasaran sebuah hotel berbintang di kawasan Nusa Dua. Wisatawan pada saat masyarakat setempat melaksanakan "tapa brata penyepian" tetap tinggal di kawasan hotel, tidak bepergian ke mana-mana. Karyawan hotel sudah siap di tempat kerja sehari sebelum Nyepi untuk memberikan pelayanan kepada tamunya dengan baik. Wisatawan hanya bisa menikmati suasana dan pemandangan di sekitar hotel, tempat menginapnya masing-masing. Dengan demikian pada hari Nyepi tidak ada wisatawan yang meninggalkan hotel atau yang mencari hotel, mengingat Bandara Ngurah Rai, satu-satunya pintu gerbang lewat udara masuk ke Bali tidak beroperasi selama 24 jam. Demikian pula Pantai Kuta yang sehari-hari menjadi tempat wisatawan berjemur sambil menikmati deburan ombak, pada Hari Raya Nyepi betul-betul sepi, bebas dari pelancong, hanya deburan ombak yang terdengar. Suasana sepi dan lenggang terjadi di seluruh pelosok wilayah Pulau Dewata, termasuk Denpasar yang sehari-harinya bising dan diwarnai kemacetan lalu lintas kendaraan. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008