Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menjajaki kerjasama bilateral dengan Jerman dan Perancis sebagai upaya alternatif untuk meloloskan diri dari pelarangan terbang Uni Eropa, menyusul langkah sejenis dengan Belanda. "Sasaran berikutnya adalah Jerman dan Perancis karena kedua negara ini sejak dulu memiliki kerjasama bilateral dengan Indonesia. Tujuannya satu, yakni agar UE mampu mengambil keputusan pencabutan pelarangan terbang," kata Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal usai Mewisuda 25 pilot lulusan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) di Jakarta, Kamis. Jusman memberikan contoh, Garuda Indonesia sudah menjalin kerja sama perawatan pesawat dengan Lufthansa, maskapai Jerman. Jalinan kerja sama bilateral seperti itu, lanjut dia, cukup taktis karena yang memiliki kedaulatan adalah negara, sedangkan UE itu adalah kumpulan negara-negara berdaulat. Anggota organisasi penerbangan sipil internasional (International Civil Aviation Organization /ICAO) juga negara-negara berdaulat. Melalui kerjasama bilateral, kata Jusman, akan menjadi pesan tersendiri bagi UE bahwa Indonesia siap menjalin kerjasama. "Tidak lagi perlu alasan terbang tanpa alasan yang jelas," katanya. Data menyebutkan, kerjasama bilateral sudah dirintis oleh Pemerintah Indonesia sejak akhir Februari lalu. Pada 28 Februari 2008, Garuda Indonesia dan KLM, maskapai Belanda, menandatangani kesepakatan perawatan pesawat. Kerja sama itu juga diimbangi kesepakatan antar regulator kedua negara untuk meningkatkan pengawasan. Kerja sama itu dipicu rencana Garuda membuka rute Jakarta-Amsterdam tahun ini. Sebelumnya Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Budhi Mulyawan Suyitno, mengatakan kerjasama bilateral menjadi alternatif mengingat pencabutan larangan terbang oleh Uni Eropa harus berdasar aklamasi 27 negara Eropa dalam sidang komisi triwulanan. UE sejak 6 Juli 2007 hingga kini melarang seluruh maskapai Indonesia untuk melintasi wilayah udaranya karena dinilai tidak aman. Indonesia kemudian mengusulkan Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premi Air dan Airfast, untuk diprioritaskan dari jeratan larangan terbang itu melalui program jalur cepat. UE dijadwalkan menjalani sidang pada 17 April 2008. Namun, evaluasi larangan terbang untuk Indonesia kemungkinan baru akan dilakukan dalam sidang komisi berikutnya, yakni pada bulan Juli. "Indonesia masih harus menunggu data-data yang akan dikumpulkan konsultan penerbangan Eropa, Jean Pierre Ambrosini yang mulai bertugas di Indonesia pekan ini untuk waktu selama enam bulan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008