Sejauh ini Pemprov DKI Jakarta sudah membangun dan meresmikan total 290 RPTRA di seluruh wilayah, dengan rencananya pemerintah daerah membangun 16 RPTRA tambahan pada 2019, menurut Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta.
Jakarta (ANTARA) - Dua anak berlarian di lorong kecil, sesekali mereka harus bergerak ke pinggir untuk membuka jalan motor yang akan lewat, tidak lama kemudian mereka kembali bermain dengan riang dengan beberapa orang tua mengawasi dari pinggir rumah.
Suasana seperti itu bukanlah hal yang aneh untuk warga di Kecamatan Tambora, salah satu wilayah padat penduduk di Jakarta Barat. Tambora bahkan didapuk sebagai kecamatan terpadat di Asia Tenggara dengan fakta kepadatan penduduknya 48.224 jiwa per kilometer persegi, menurut data Badan Pusat Statistik Jakarta Barat.
“Di sini memang sudah biasa begitu, mereka main di lorong tapi banyak gangguan memang, seperti motor lewat,” ungkap Anjar, warga Jembatan Besi di Kecamatan Tambora, ketika ditemui pada Senin.
Dulu, menurut Anjar, anaknya juga merupakan salah satu yang bermain di lorong pemukiman, namun sejak kehadiran Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Krendang, frekuensi bermain di jalan berkurang karena dia lebih memilih untuk bermain di taman tersebut.
“Meski saya harus naik motor ke sana, walaupun tidak terlalu jauh, anak saya senang bermain di sini dan lebih aman juga,” ungkapnya.
Manfaat taman ramah anak juga dirasakan oleh Sopyan HD, warga Duri Utara yang menemani cucunya bermain di RPTRA Krendang pada Senin siang.
Baca juga: Warga pilih tukar pangan murah di RPTRA daripada pasar
“Dulu sebelum ada, cucu saya main kejar-kejaran di lorong gang atau di halaman masjid, sekarang dia suka main di sini. Sehari bahkan bisa dua kali ke sini, sehabis mandi dan makan siang, lalu sore sebelum magrib,” ujar warga yang sudah tinggal puluhan tahun di Duri tersebut.
Menurut Sopyan, banyaknya kegiatan yang bisa dilakukan di RPTRA juga ikut memberi kegiatan tidak hanya kepada anak-anak, tapi juga orang tua yang tiggal di dekat situ.
“Waktu itu ada pemutaran lagu anak oleh pengurus RPTRA, terus kemarin ada kasidah, ibu-ibu juga ada kasidah beberapa minggu lalu jadi di sini tidak pernah sepi,” ungkapnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Ani Mimiutami, warga Jembatan Besi yang tinggal beberapa ratus meter dari RPTRA. Menurut dia, kehadiran taman tersebut membantu anak-anak untuk bermain di tempat yang lebih layak.
Bahkan, untuk memenuhi permintaan anaknya, menurut pengakuan dia sampai rela menempuh jarak beberapa kilometer untuk mendatangi RPTRA yang memiliki fasilitas mainan lebih banyak dibandingkan taman di Krendang
“Saya kadang membawa anak-anak saya ke Roxi, kadang ke Kalijodo, karena di sana mainannya lebih banyak dari yang di Krendang,” ungkapnya.
Baca juga: Warga sarankan ganti ikan kembung pada program pangan murah
Menurut Ani, warga Jembatan Besi belum memiliki RPTRA yang lebih dekat dengan fasilitas mainan yang lebih memadai selain Kalijodo dan berharap akan ada jalan keluar untuk penyediaan taman ramah anak di daerah padat penduduk.
“Harapannya agar ada penambahan RPTRA tapi jangan mengambil tempat yang jadi rumah warga. Kalau bisa yang mainannya sebanyak di Kalijodo,” ungkap Ani.
Penambahan RPTRA
Jakarta Barat adalah daerah kedua dengan jumlah penduduk tertinggi di DKI Jakarta yaitu memiliki penduduk sekitar 2.528.065 jiwa, kedua setelah Jakarta Timur, dengan 31,54 persen di antaranya adalah anak berusia 0-19 tahun, menurut data BPS.
Namun, dalam hal kepadatan penduduk, Jakarta Barat menempati posisi pertama dengan statistik 19.757 jiwa per kilometer persegi, hal itu seiring dengan laju pertumbuhan penduduknya yang tertinggi di ibu kota yaitu sebesar 1,24 persen. Laju pertumbuhan di daerah lainnya berada di bawah angka 1 persen.
Beberapa daerah tersebut merupakan pemukiman padat penduduk seperti Jembatan Besi dan Duri di Kecamatan Palmerah dan Jatipulo di Kecamatan Palmerah.
Sejauh ini Pemprov DKI Jakarta sudah membangun dan meresmikan total 290 RPTRA di seluruh wilayah, dengan rencananya pemerintah daerah membangun 16 RPTRA tambahan pada 2019, menurut Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta.
Rencana pembangunan tersebut disambut baik oleh pengamat tata kota Yayat Supriyatna, namun dia mempertanyakan usaha yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendapatkan lokasi pembangunan tersebut. Pasalnya, menurut Yayat, ada beberapa masalah yang akan dihadapi dalam pembangunan tersebut.
“Karena dari berbagai kasus yang ada di Jakarta, biasanya untuk menambah jumlah aset, atau ruang terbuka publik, ruang terbuka hijau itu masalah pembebasan tanah. Kuncinya di situ, apalagi di kawasan padat,” ujar Yayat pada Senin.
Akademisi di Universitas Trisakti itu berkaca dari pengalaman pemerintah daerah membangun Taman Interaksi yang dia anggap gagal karena ketiadaan pengelolaan yang menyebabkan taman itu rusak dan beberapa beralih fungsi dimanfaatkan oleh warga untuk keperluan pribadi.
Menurutnya, taman-taman yang dibangun sebelumnya bisa menjadi salah satu opsi lokasi pembangunan RPTRA yang baru.
“Apakah aset itu masih ada dan milik siapa, masih bisa dioptimalkan kembali atau tidak. Yang kedua solusinya adalah Pemprov DKI mau membeli tidak?” tegasnya.
Jika masih terkendala juga, Yayat mengungkapkan di tengah susahnya mendapatkan lahan di Jakarta maka ada opsi untuk membangun taman vertikal di lahan yang tidak terlalu luas.
“Jika masih ada areal yag bisa dipergunakan untuk ruang bermain, dibuat dua lantai jadi dapat luas maksimal yang lebih besar walau areanya kecil,” ungkapnya.
Namun semua pembangunan itu, ujar Yayat, harus dibarengi dengan pengorganisasian yang bagus untuk menjaga agar taman tetap terjaga dan fasilitas tidak rusak.
Apapun hasilnya, penambahan RPTRA disambut baik oleh warga yang tinggal di daerah minim lokasi untuk bermain anak, karena berarti pilihan mereka untuk tempat bermain semakin banyak.
“Saya senang kalau tambah banyak, agak jauh juga tidak apa-apa saya bisa ajak cucu saya ke sana, sekalian kita jalan-jalan nanti,” ujar Sopyan.
Baca juga: RPTRA Keuangan sediakan 800 paket pangan murah
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019