Oleh Yuri Alfrin AladdinJakarta (ANTARA News) - Wajahnya nampak letih, namun sikapnya yang rendah hati dan tutur bicaranya yang santun memikat hati para wartawan yang telah lama menunggunya di ruang konperensi pers Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN), Lippo Karawaci, Tangerang, Banten, Selasa (4/3).Dia bukan selebritis, namun namanya telah demikian dikenal, terutama di kalangan dunia kedokteran. Dialah peraih hadiah Nobel bidang kesehatan tahun 2005, Prof Dr Barry J Marshall dari Australia. Jepretan kamera serta pertanyaan wartawan yang bertubi-tubi dilayani Marshall dengan senyuman santai. Tanpa sungkan, bahkan dia mengajak wartawan untuk berfoto bersama. "Dia itu ilmuwan `gila`. Mungkin dia satu-satunya ilmuwan yang berani meminum sendiri hasil temuannya, bakteri helicobacter pylori, dalam rangka membuktikan bahwa bakteri itu mampu hidup di perut manusia dan bisa melukai lambung. Dunia riset butuh orang-orang `gila` seperti dia," kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (FK-UPH) dr Eka J Wahjoepramono, SpBS.Kedatangan Marshall -- yang saat ini bekerja sebagai Senior Principal Research Fellow di Fakultas "Biomedical, Biomolecular and Chemical Sciences" University of Western Australia (UWA) -- di Indonesia selama 3-5 Maret 2008, disponsori oleh Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (FK-UPH), RS Siloam, dan Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN). Ceramah Marshall dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama pukul 09.00 WIB bertajuk "The Excitement of Science and the Nobel Prize" untuk para mahasiswa UPH dan umum di Grand Chapel UPH. Sementara, sesi kedua pukul 12.00 WIB bertajuk "Past Lessons and New Opportunities for Helicobacter pylori" digelar di lembaga penelitian Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN), Lippo Karawaci. Masing-masing sesi ceramah tersebut dihadiri hampir sekitar 2.000 orang, terdiri atas kalangan mahasiswa dan ilmuwan bidang kedokteran. Pada kesempatan jumpa pers dengan wartawan di kantor MRIN, Selasa (4/3) dia mengatakan bahwa dirinya terkesan dengan sikap antusiasme yang ditunjukkan para mahasiswa FK-UPH saat mendengarkan ceramahnya pada sesi pertama. Dia berharap akan banyak generasi muda yang nantinya tertarik menekuni bidang penelitian meskipun pendapatan yang diterima tidak besar. Menurut dia, untuk menjadi peneliti yang andal, dibutuhkan rasa ingin tahu yang besar terhadap obyek penelitian serta gigih dalam bereksperimen. Marshall mengakui bahwa generasi muda saat ini kurang berminat untuk terjun di bidang penelitian, terutama bidang kedokteran. Karena itu, kata dia, salah satu cara untuk membuat kalangan generasi muda di Indonesia tertarik terjun menjadi peneliti adalah dengan memberikan gaji yang pantas. "Naikkan gaji sebagai peneliti. Dengan demikian , mereka tertarik menjadi peneliti karena mendapat penghargaan dari lingkungannya," kata Barry J Marshall. Dia mengakui bahwa gaji sebagai peneliti memang tidak sebesar seperti gaji seorang dokter spesialis jantung. Pendapatan seorang peneliti biasanya baru lumayan besar jika bekerja di lembaga penelitian perusahaan swasta atau telah memiliki hak paten. "Pendapatan yang saya terima sebagai seorang ilmuwan peneliti di Australia juga tidak besar," kata dia. Ketika ditanya wartawan berapa gajinya sebagai peneliti di Australia, sambil tertawa dia menjawab, "Zero". "Visiting Professor" Pada kesempatan itu, dilakukan penandatanganan sebuah kesepakatan oleh Rektor UPH Ir Jonathan L Parapak dan Barry J Marshall yang menyatakan kesediaan peraih Nobel tersebut menjadi "visiting professor" (gurubesar tamu) di FK-UPH. Penandatangan tersebut dihadiri pula oleh Chief Executive Officer (CEO) RS.Siloam dr.Gershu Paul, Konsultan Pemasaran RS.Siloam Andrew Mills, Presiden Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN), Prof Susan SW Tai, Rektor, Dekan FK-UPH dr Eka J Wahjoepramono, SpBS, dan pendiri kelompok bisnis Lippo Mochtar Riady. "Kesepakatan ini tidak ada jangka waktunya. Pokoknya selama beliau kuat, beliau akan menjadi `visiting professor` di UPH," kata Jonathan Parapak. Pada kesempatan sama, Dekan FK-UPH dr Eka J Wahjoepramono mengharapkan sebagai profesor tamu ("visiting professor") Barry Marshall dapat memberikan kuliah umum sebanyak dua kali setahun. Marshall, saat ditanya ANTARA mengenai kesediaannya menjadi "visiting professor" di UPH menjawab bahwa dia mengharapkan adanya kerjasama penelitian antara lembaga tempat penelitiannya di Australia dengan MRIN untuk masalah penyakit tropis dan pertukaran tenaga pengajar antara UWA dan UPH. Mengapa UPH sangat antusias meminta Marshall menjadi "visiting professor" di universitas tersebut ? "Ada pepatah bijaksana mengatakan, gunung itu tidak perlu tinggi, tapi yang penting ada dewanya," bisik Mochtar Riady, pendiri kelompok usaha Lippo, sekaligus pendiri Universitas Pelita Harapan (UPH). "Ini suatu kebanggaan besar untuk UPH. Mungkin satu-satunya universitas di Indonesia yang memiliki `visiting professor` seorang pemenang hadiah Nobel," kata Mochtar Riady. Penelitian Prof Marshall yang mengantarkannya pada penghargaan Nobel bidang kesehatan berpangkal dari keprihatinan terhadap maraknya penyakit gastritis dan luka di lambung yang diderita oleh hampir 50 persen penduduk dunia hingga saat ini. Pemikiran konvensional hingga tahun 1982 di kalangan ilmuwan kedokteran menyebutkan bahwa tidak ada bakteri yang dapat hidup di perut manusia karena perut manusia memproduksi asam dalam jumlah banyak yang kadarnya sama dengan kekuatan asam di aki mobil. Dr.Barry Marshall lalu bekerjasama dengan rekannya Dr J Robin Warren dari Perth , Australia Barat, meneliti masalah tersebut hingga tahun 1982 mereka menemukan adanya bakteri yang disebut helicobacter pylori (H.Pylory) yang dapat hidup di perut dan menjadi penyebab berbagai penyakit infeksi lambung, bahkan dapat menjadi faktor penyebab kanker perut. Dalam upayanya membuktikan bahwa bakteri tersebut yang menjadi penyebab penyakit infeksi lambung, Marshall bahkan pada tahun 1984 --saat masih bekerja di Fremantle Hospital -- meminum sendiri organisme H.pylori yang telah dikembangbiakkan. Penelitiannya juga berujung pada temuan kombinasi obat-obatan yang dapat membunuh bakteri H pylori dan menyingkirkan luka di lambung secara permanen. Kerja keras pasangan peneliti Barry J Marshall dan J Robin Warren akhirnya mengantarkan mereka pada penghargaan Nobel bidang kesehatan tahun 2005, sekitar 23 tahun sejak temuan pertama mereka terhadap bakteri tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008