"Kami hanya bisa mengimbau, agar gas elpiji subsidi tidak dijadikan bahan bakar pompa air," kata Hamdani di Cirebon, Senin, menanggapi maraknya petani menggunakan gas elpiji subsidi untuk mesin pompa air.
Menurutnya gas elpiji subsidi 3 kg hanya diperuntukkan untuk rumah tangga miskin dan UKM, karena itu Pertamina sangat mengimbau agar para petani tidak menggunakannya.
Hamdani mengatakan, saat ini memang ada laporan penggunaan gas elpiji subsidi dijadikan pengganti BBM untuk mesin pompa air di wilayah Indramayu dan itu tidak diperbolehkan.
"Kami hanya bisa mengimbau, kalau melarang (penggunaan gas elpiji subsidi) tidak bisa," ujarnya.
Selain itu penggunaan gas elpiji subsidi untuk mesin pompa air masih dikhawatirkan terjadi hal yang tidak diinginkan, karena belum sesuai prosedur kemanan.
Lain dengan penggunaan gas elpiji di mesin motor milik nelayan yang sudah ada dari segi keamanan dan juga adanya alokasi khusus untuk mereka.
"Kita masih mengkhawatirkan dari segi keamanannya, (karena ini merupakan inovasi dari para petani belum ada uji cobanya)," tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumya petani yang berada di Desa Kendayakan, Kabupaten Indramayu, menjadikan gas elpiji sebagai bahan bakar mesin pompa air dikarenakan lebih murah.
Seperti dikatakan petani asal Desa Kendayakan, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu Wardani bahwa dengan menggunakan gas elpiji biaya untuk memompa air jadi semakin murah.
"Jauh lebih irit dua kali lipat menggunakan gas elpiji dibanding saat menggunakan bahan bakar minyak seperti bensin ataupun pertalite," kata Wardani.
Menurutnya untuk mengaliri sawah, biasanya memerlukan waktu 7 jam yang menghabiskan 7 liter BBM.
Namun jika menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar, kata Wardani petani bisa menghemat, di mana dengan waktu yang sama yaitu 7 jam hanya menghabiskan satu tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram.
"Kalau BBM 7 liter kita beli bisa Rp49 ribu, tapi kalau mengginy elpiji 3 kilogram kan hanya Rp20 ribu," ujarnya.
Baca juga: 2020, pemerintah bagikan 50 ribu konverter elpiji untuk nelayan-petani
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019