Pengalihan bisnis gas 'existing', LNG 'existing', Jargas, dan SPBG dari Pertamina ke PGN akan menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik di PGN sebesar 43,04 persen.
Cilacap (ANTARA) - Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijayakusuma (SPP.PWK) Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, Jawa Tengah, meminta pemerintah mempertahankan proses bisnis gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) 100 persen untuk negara.
"Pertamina adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang memiliki wewenang untuk mengelola sektor hulu dan hilir minyak dan gas bumi Indonesia, untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai dengan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945," kata Ketua Umum SPP.PWK Titok Dalimunthe saat menggelar konferensi pers di Sekretariat SPP.PWK Pertamina RU IV Cilacap, Senin siang.
Ia mengatakan sejak 62 tahun lalu, Pertamina telah membuktikan eksistensi dan dedikasinya dalam pengelolaan migas sebagai bagian dari upaya menjaga kedaulatan energi nasional serta salah satu BUMN yang menjadi penopang perekonomian Indonesia.
Menurut dia, produksi LNG Indonesia saat ini sebesar 16 metric ton (MT) atau sekitar 7 persen LNG dunia dan cadangan gas nasional sebesar 135 "triliun standard cubic feet (TSCF)".
Dengan demikian, Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar kelima setelah Qatar, Malaysia, Australia, dan Nigeria.
Baca juga: Pertamina investasikan infrastruktur LNG di Filipina 2024
"Kapasitas kilang LNG Indonesia sebesar 28,7 MTPA (Metric Ton Per Anum), artinya masih ada potensi untuk meningkatkan penjualan dari hasil produksi, baik untuk domestik maupun pasar ekspor," katanya.
Ia mengatakan pangsa pasar ekspor LNG Indonesia adalah kawasan Asia Pasifik dan Amerika Utara, sedangkan negara importir atau pengguna LNG Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, Meksiko, Thailand, India, dan Uni Emirat Arab.
Menurut dia, pasokan LNG ke pasar dunia meningkat sekitar 12 persen per tahun, sedangkan volume perdagangan LNG pada tahun 2017 meningkat 35,2 MT dari tahun 2016 menjadi 293,1 MT.
"Pertumbuhan pasokan LNG merupakan respons terhadap pertumbuhan pasar di Asia untuk memenuhi permintaan China dan Korea Selatan. Ke depan, kebutuhan gas akan makin besar seiring dengan kepedulian lingkungan dan perubahan pola pasar atau pemain LNG dunia," katanya.
Titok mengatakan berdasarkan "road map" BUMN sektor energi dinyatakan bahwa perlu adanya konsolidasi bisnis gas BUMN dalam rangka peningkatan pemanfaatan gas bumi domestik.
Menurut dia, penggabungan bisnis Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Pertamina pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa PGN terkait dengan Perubahan Pemegang Saham dari Pemerintah menjadi PT Pertamina (Persero) pada tanggal 26 April 2018 di mana kepemilikan saham Pertamina atas PGN sebesar 56,96 persen, sedangkan sisanya sebesar 43,04 persen dimiliki publik yang terdiri atas pengusaha swasta lokal maupun asing.
"Pengalihan bisnis gas 'existing', LNG 'existing', Jargas, dan SPBG dari Pertamina ke PGN akan menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik di PGN sebesar 43,04 persen," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) khususnya SPP.PWK menyatakan bahwa bisnis LNG merupakan bisnis masa depan perusahaan yang harus dijaga eksistensinya, sehingga negara akan mendapatkan 100 persen keuntungan yang digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu, kata dia, FSPPB khususnya SPP.PWK menuntut Pemerintah Republik Indonesia wajib mempertahankan proses bisnis LNG pada Pertamina yang keuntungannya 100 persen untuk kemakmuran rakyat di mana saham 100 persen milik negara.
"Meminta Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memastikan Pertamina dapat menyusun program kerja rencana bisnis LNG yang mendukung 'security of supply' nasional, baik jangka pendek ataupun jangka panjang karena proses bisnis LNG yang bersifat jangka panjang untuk tetap menjaga kedaulatan energi nasional," katanya.
Selain itu, kata dia, mendesak pemerintah untuk menghentikan segala upaya pengalihan proses bisnis LNG yang dilakukan melalui Holding Migas ke PGN karena menyebabkan potensi kerugian negara dengan adanya kepemilikan saham publik sebesar 43,04 persen di perusahaan itu.
Ia mengatakan jika tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah, 19 Serikat Pekerja Pertamina yang tersebar di seluruh Indonesia siap turun ke jalan atas instruksi Presiden FSPPB.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019