Mataram (ANTARA News) - Keputusan pemerintah Indonesia yang menyetujui penyelesaian sengketa divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) melalui Arbitrase Internasional dipastikan bakal merugikan bangsa Indonesia."PT NNT sebagai perusahaan penanam modal asing sebelum menginvestasikan modal usahanya di Indonesia, sudah terlebih dahulu menguasai hukum internasional dan juga hukum di Indonesia sehingga peluang menangnya nyaris sulit diperoleh," kata H Satriawan Sahak, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) di Mataram, Kamis. Dikatakan, perusahaan asing yang ingin menginvestasikan modalnya disuatu negara tentu lebih dulu menguasai hukum internasional dan kemudian hukum di negara yang akan dituju. Persoalan-persoalan yang bakal terjadi sudah diantisipasi dan sudah ada solusi hukum yang pasti memenangkan perusahaan tersebut, sehingga setiap celah untuk memenangkan perkara yang mungkin terjadi pada saat proses berjalan sudah lebih dulu dikuasai. Karena itu, sungguh disayangkan bila pemerintah Indonesia mau membawa perkara divestasi tersebut ke Arbitrase Internasional yang nyata-nyata sulit diharapkan mau berpihak kepada Indonesia. "Tanpa bermaksud melecehkan tetapi penyelesaian masalah divestasi tersebut ke Arbitrase Internasional tersebut akan merugikan, sebab masalah utama mengapa divestasi saham mencuat, tidak terlepas dari muatan politik," katanya. Faktor politik dalam kasus tersebut lebih dominan dibanding dengan masalah hukum itu sendiri. Menurut di, keinginan sekelompok orang agar Kontrak Karya (KK) PT NNT dicabut merupakan tindakan yang konyol dan tidak memahami hukum yang berlaku secara internasional. Negara ini sudah terikat perjanjian secara internasional dan perjanjian itu tidak bisa diputuskan secara sepihak tanpa alasan hukum yang benar-benar bisa dibuktikan atau berkekuatan hukum yang kuat. Kalau KK mau dipermasalahkan sehubungan dengan munculnya berbagai masalah ditataran pelaksanaan, maka hal itu merupakan hal yang konyol, tegasnya. "Seharusnya pemerintah sudah lebih dulu melakukan kajian-kajian yang matang sebelum memutuskan menandatangani KK dengan PT NNT ibarat pepatah nasi sudah jadi bubur, pemerintah pusat maupun daerah harus berjiwa besar menerima konsekuensinya," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008